Selasa, 05 Februari 2013

PENGARUH PELATIHAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN SIKAP KARYAWAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN




BAB 1.
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
 Pelaksanaan suatu pelatihan oleh institusi sering mengalami kegagalan. Disamping jarang dilakukan analisis kebutuhan pelatihan, juga karena tidak memiliki perencanaan penyeleksian yang terarah. Dengan demikian pelatihan kurang mampu menjawab kebutuhan organisasi, individu pegawai, dan kebutuhan akan pekerjaannya. Hal penting dalam sebuah institusi adalah mensosialisasikan para pegawainya ke dalam budaya institusi agar mereka dapat menjadi pegawai yang produktif dan efektif setelah memasuki dan menjadi anggota sistem sosial pada institusi. Salah satu cara utama untuk melakukan hal itu adalah melalui pelatihan kompetensi pegawai. Mengapa diperlukan, karena penempatan pegawai dalam pekerjaan secara langsung tidak menjamin mereka akan berhasil. Pegawai sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab mereka dalam institusi.
Permintaan pekerjaan dan kapabilitas pegawai haruslah seimbang melalui program orientasi dan pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan, sekali para pegawai telah dilatih dan telah menguasai pekerjaannya mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin beragamnya pegawai dengan organisasi yang lebih datar menyebabkan pegawai mampu mengembangkan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.
Melalui pelatihan kompetensi pegawai, pegawai terbantu mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan keseluruhan kemampuan pegawai, dan membantu mengembangkan tanggung jawabnya di masa depan. Pengembangan dapat membantu pegawai agar mampu mengatasi tanggung jawabnya di masa depan, maka salah satu upaya strategis yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah proses belajar berkelanjutan di seluruh lapisan pegawai melalui paket pelatihan dan pengembangan.
Saat ini untuk mencapai tingkat pendidikan yang tinggi dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pendidikan mahal. Itulah wacana yang sering menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Pendidikan mahal disebabkan banyak komponen yang harus dipenuhi untuk mendukung berlangsungnya pendidikan formal pada suatu institusi pendidikan, komponen itu sendiri memerlukan biaya yang tidak sedikit. (Harian Analisa, 19 Mei 2009).
Pendidikan merupakan suatu proses menyiapkan individu untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional karena pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa. Perkembangan kemajuan bangsa sedikit banyak berada di tangan generasi muda. Pendidikan pada generasi muda diharapkan mampu mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Generasi muda yang berpendidikan dan beprestasi diharapkan mampu membawa negeri ini menghadapi persaingan global, khususnya dalam bidang pendidikan.
Jalur pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal diperoleh melalui lembaga pendidikan, yaitu sekolah dan merupakan pendidikan yang berjenjang dari pendidikan paling rendah sampai dengan pendidikan yang tinggi. Sedangkan jalur pendidikan nonformal adalah suatu bentuk pelatihan yang mempunyai organisasi di luar pendidikan formal, misalnya kursus.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk menyiapkan sebagai manusia secara utuh, menyiapkan tenaga kerja, dan menyiapkan warga negara yang baik serta agen pembaharuan sosial. Pendidikan menengah diselenggarakan bertujuan untuk melanjutkan pendidikan, mempersiapkan warga negara menuju proses belajar di masa yang akan datang dan menyiapkan lulusan menjadi masyarakat yang baik. Pendidikan menengah terdiri dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah untuk membentuk manusia secara utuh, membentuk pribadi yang dewasa, beriman dan bertaqwa, mandiri, berilmu serta bertanggung jawab. Pendidikan juga membentuk manusia sebagai agen pembaharuan sosial sehingga dapat menghadapi dan menyesuaikan serta mengantisipasi masa depan.
Oleh karena itu dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka dengan latar belakang dan pendidikan orang tua yang tinggi akan dapat mempengaruhi cara berfikir sehingga dapat mencapai prestasi yang maksimal.
Perubahan sikap pegawai atau masyarakat pada penggunaan suatu barang dari hari ke hari semakin meningkat. Apalagi pada beberapa tahun belakangan ini, yang semakin pesatnya teknologi yang berkembang di dunia, salah satunya di Indonesia.
Pada era globalisasi ini, pesatnya teknologi informasi di Indonesia menyebabkan bermunculnya berbagai institusi yang bergerak dalam berbagai bidang, bahkan tingkat persaingan yang terjadi antar institusiinstitusi tersebut semakin besar. Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, terbukti dengan semakin lancarnya orang berkomunikasi dari suatu tempat ke tempat lain sekalipun jarak antara satu orang dengan orang yang lainnya sangat jauh. Dengan adanya kecanggihan teknologi pada saat ini, hal itu bukan menjadi suatu masalah besar lagi.
Setiap institusi atau organisasi baik pemerintah maupun swasta di dalamnya terdapat unsur manusia yang berfungsi sebagai penggerak yang dapat menjalankan dan mencapai tujuan organisasi melalui kerja sama antara orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut melalui kegiatan mkomunikasi.
Dalam buku karangan Mar’at yang berjudul Sikap Manusia, perubahan, serta pengukurannya, Shaver menyebutkan :
Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan mejawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan (senang atau tidak senang) terhadap objek. Dan komponen kognisi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. (Mar’at, 1982:21).

Peningkatan kinerja pegawai secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan institusi. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.
Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja pegawai yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku ke arah peningkatan produktivitas kinerja yang diharapkan.
Penilaian kinerja dengan berbagai bentuk seperti key performance indicator atau key performance Index pada dasarnya merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas pegawai serta pencapaian sasaran. Menurut Armstrong (1998 ), penilaian kinerja didasarkan pada pengertian knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen kinerja kompetensi lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan expertise.
Kompetensi kinerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kinerja rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan mengevaluasi kompetensikompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan dapat memprediksikan kinerja orang tersebut. Kompetensi dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang. Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer. Pegawai-pegawai yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi berikutnya. Institusi sendiri hanya akan mempromosikan pegawai-pegawai yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan oleh institusi.
Penilaian kinerja pegawai sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para pegawai sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang. Institusi perlu mengetahui berbagai kelemahan atau kelebihan pegawai sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka meningkatkan produktivitas pegawai.
Indikator penilaian kinerja di institusi ini meliputi empat kelompok yaitu hasil kerja yang berhubungan dengan keuntungan institusi, kemampuan pegawai ,pelayanan pelanggan dan peningkatan pegawai. Penilaian kinerja yang sudah ada perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan knowledge yaitu, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan kompetensi dalam penilaian kinerja diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian kinerja pegawai. Bagi institusi ini pegawai merupakan pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker dan manajemen puncak.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pelatihan, Tingkat Pendidikan dan Sikap Pegawai Terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan”. 

1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1.      Apakah Pelatihan berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
2.      Apakah tingkat pendidikan berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
3.      Apakah sikap pegawai berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan
4.      Apakah pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap karywan secara simultan berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:
1.      Mengetahui secara parsial pengaruh pelatihan terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
2.      Mengetahui secara parsial pengaruh tingkat penddikan  terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
3.      Mengetahui secara parsial pengaruh sikap pegawai terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan
4.      Mengetahui secara simultan pengaruh pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap karywan secara simultan terhadap Kinerja Karywan Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai analisis pengaruh pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja pegawai  antara lain:
1.      Bagi penulis,dapat menambah wawasan dan mendapatkan ilmu pengetahuan baru
2.      Bagi kantor, dapat melihat pengaruh antara pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja pegawai  sehingga dapat meningkatkan mutu institusi.
3.      Bagi pegawai,dapat mengetahui hubungan tunjangan dan bonus terhadap kinerja mereka.
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini secara/minat umum terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pertama berisi tentang lembar judul, lembar pengesahan, daftar isi. Bagian kedua merupakan bagian isi yang berisi lima bab, dan bagian terakhir berupa daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Bagian isi diuraikan sebagai berikut :
          BAB 1:    PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
          BAB 2 :   KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dijelaskan teori-teori mengenai Pelatihan, Tingkat Pendidikan, Sikap Pegawai dan Kinerja Pegawai serta hasil penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai pengumpulan data dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. 
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu meliputi gambaran umum tentang Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan. Kemudian dijelaskan hasil analisis terhadap variabel penelitian dengan menggunakan analisis statistik program SPSS 16.0 for windows.  Dijelaskan pula implikasi Manajemen dari hasil yang diperoleh dalam penelitian.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang relevan dengan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab 1. Selain itu juga terdapat beberapa saran yang ditujukan kepada pegawai Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.













BAB 2.
KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Pelatihan
Pada hakekatnya kegiatan pelatihan atau training perlu dilaksanakan oleh suatu institusi dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pegawai. Apa sebenarnya definisi atau pengertian pelatihan itu? William J Mc. Larny dan William M. Berliner (dalam Tunggal 1995 :. 6) memberikan definisi atau pengertian pelatihan sebagai suatu sistem yang berkesimbungan atas pengembangan semua pegawai dalam suatu organisasi”. Hal ini berarti semua tingkatan manajemen, posisi penyedia dan non penyedia dalam semua keahlian, pengetahuan dan sikap yang diperlukan untuk pelaksanaan optimum atas posisi ini. Sedangkan House (dalam Tunggal 1995 :. 7) memberikan definisi atau pengertian pelatihan dan pengembangan pegawai adalah segala usaha untuk meningkatkan hasil kerja pegawai masa sekarang atau yang akan datang dengan menambah kemampuan pegawai yang dilaksanakan melalui belajar, biasanya dengan mengubah sikap pegawai atau penambahan kemampuan dan pengetahuan pegawai. Simamora (2004 : 273) memberikan definisi atau pengertian pelatihan atau training sebagaiproses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja pegawai”.
Menurut pasal 1 ayat 9 undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan atau training adalah suatu sistem yang berkesimbungan atas pengembangan semua pegawai untuk meningkatkan hasil kerja pegawai masa sekarang atau yang akan datang dengan menambah kemampuan pegawai yang dilaksanakan melalui belajar.
Pelatihan  biasanya fokus pada sebuah suatu topik tertentu dan yang khusus, saat mereka yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif. Pelatihan seringkali dilaksanakan dalam bentuk dialog dengan moderator, atau melalui sebuah presentasi hasil penelitian dalam bentuk yang formal. Ada sesi debat dan ada juga berbagi pengalaman.
Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan pegawai baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Pegawai, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya.
Dari beberapa pengertian di atas maka di tarik kesimpulan Training atau pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja kita dalam melakukan pekerjaan, baik pekerjaan secara fisik maupun pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain, terutama dalam perkembangan dari masing-masing individu. Dengan training pengembangan diri (self development), diharapkan kita dapat bertambah wawasan, berubah sikap, dan berkembang kepribadian.

2.1.1.      Tujuan Penelitian

Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).
Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari :
1.        Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur.
2.        Para pelatih (trainer) harus ahlinya yang berkualitas memadai (profesional).
3.        Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai.
4.        Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.
Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi : (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan / need assesment; (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan; (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya; (4) menetapkan metode pelatihan; (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi; dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi.

2.2. Pengertian Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003:50) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian Hariandja (2002: 169) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang pegawai dapat meningkatkan daya saing institusi dan memperbaiki kinerja institusi.
 Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:
a.    Prasekolah: Dari kelahiran sampai usia 3 tahun, kanak-kanak Indonesia pada umumnya tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal. Dari usia 3 sampai 4 atau 5 tahun, mereka memasuki taman kanak-kanak. Pendidikan ini tidak wajib bagi warga negara Indonesia, tujuan pokoknya adalah untuk mempersiapkan anak didik memasuki sekolah dasar. Dari 49.000 taman kanak-kanak yang ada di Indonesia, 99,35% diselenggarakan oleh pihak swasta. Periode taman kanak-kanak biasanya dibagi ke dalam "Kelas A" (atau Nol Kecil) dan "Kelas B" (atau Nol Besar), masing-masing untuk periode satu tahun.
b.    Sekolah dasar: Kanak-kanak berusia 6–11 tahun memasuki sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI). Tingkatan pendidikan ini adalah wajib bagi seluruh warga negara Indonesia berdasarkan konstitusi nasional. Tidak seperti taman kanak-kanak yang sebagian besar di antaranya diselenggarakan pihak swasta, justru sebagian besar sekolah dasar diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum yang disediakan oleh negara (disebut "sekolah dasar negeri" atau "madrasah ibtidaiyah negeri"), terhitung 93% dari seluruh sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang ada di Indonesia Sama halnya dengan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan Australia, para siswa harus belajar selama enam tahun untuk menyelesaikan tahapan ini. Beberapa sekolah memberikan program pembelajaran yang dipercepat, di mana para siswa yang berkinerja bagus dapat menuntaskan sekolah dasar selama lima tahun saja.
c.    Sekolah menengah pertama: Sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) adalah bagian dari pendidikan dasar di Indonesia. Setelah tamat dari SD/MI, para siswa dapat memilih untuk memasuki SMP atau MTs selama tiga tahun pada kisaran usia 12-14. Setelah tiga tahun dan tamat, para siswa dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau madrasah aliyah (MA).
d.   Sekolah menengah atas: Sebuah sekolah menengah atas negeri di Jakarta Di Indonesia, pada tingkatan ini terdapat tiga jenis sekolah, yaitu sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah (MA). Siswa SMA dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, sedangkan siswa SMK dipersiapkan untuk dapat langsung memasuki dunia kerja tanpa melanjutkan ke tahapan pendidikan selanjutnya. Madrasah aliyah pada dasarnya sama dengan sekolah menengah atas, tetapi porsi kurikulum keagamaannya (dalam hal ini Islam) lebih besar dibandingkan dengan sekolah menengah atas. Jumlah sekolah menengah atas di Indonesia sedikit lebih kecil dari 9.000 buah.
e.    Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Kesesuaian jurusan adalah sebelum pegawai direkrut terlebih dahulu institusi menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan pegawai tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian pegawai dapat memberikan kinerja yang baik bagi institusi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta  didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan yang berpengaruh pada kinerja seseorang.

2.3. Pengertian Sikap Pegawai
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan pegawai dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh pegawai tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Pegawai yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.
Manajemen Sumber Daya manusia. Didalam kamus bahasa Indonesia menjelaskan sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pendirian (Wjs. Poerwadarminta,2002:944).
Menurt La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
Ciri-ciri Pekerja yang Memiliki Kepuasan Kerja dan yang Tidak
Menurut Herzberg (1959), ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka mempunyai motivasi untuk bekerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam melakukan pekerjaanya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan pekerjaanya. Tingkah laku pegawai yang malas tentunya akan menimbulkan masalah bagi institusi berupa tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja, dan pelanggaran disiplin yang lainnya. Sebaliknya tingkah laku pegawai yang merasa puas akan lebih menguntungkan bagi institusi.
Para peneliti telah berasumsi bahwa sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kesadaran, perasaaan dan perilaku. Kesadaran merupakan sebuah keyakinan, keyakinan bahwa “diskriminasi itu salah” merupakan sebuah pernyataan evaluatif. Opini semacam ini adalah komponen kognitif (cognitive component) dari sikap, yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap.
Keterlibatan pegawai (employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Sebuah penelitian baru menemukan bahwa unit bisnis yang tingkat keterlibatan pegawainya rata-rata tinggi mempunyai tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, lebih produktif, mempunyai keuntungan yang lebih tinggi, serta tingkat perputaran pegawai  dan kecelakaan yang lebih rendah.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Oleh sebah itu, dalam suatu organisasi dibutuhkan pemahaman budaya yang kuat dalam setiap pengembangan kinerja. Karena dengan pengaruh budaya organisasi tersebut dihasilkan tingkat kepuasan kerja yang maksimal. Dari beberapa pembahasan di atas, jelas terlihat bahwa suatu budaya organisasi tidak memiliki pengaruh yang sangat penting dalam rnenciptakan kepuasan kerja bagi pegawai. Karena semua keberhasilan yang diraih dalam suatu organisasi merupakan pengembangan terhadap tujuan organisasi yang sesuai dengan nilai manajerial,  pola sikap, dan perilaku masing-masing pegawainya.

2.4. Pengertian Kinerja Pegawai

Pendapat ahli tentang definisi Kinerja dan Kinerja Pegawai di bawah ini : Dasar historis penelitian kinerja diawali melalui pendekatan manajerial ke arah motivasi oleh Mayo, Roethlisberger & Dickson (Steers & Porter, 1991: 17), pada tahun 1920-an yang mengungkap cara-cara hubungan manusia sebagai sesuatu yang penting dipertimbangkan dalam diri seseorang secara keseluruhan dalam pekerjaan. 
Suatu penelitian telah memperlihatkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan, berbagai asumsi dan harapan lain muncul. Ketika atasan dan bawahan membentuk serangkaian asumsi dan harapan mereka sendiri yang sering agak berbeda, perbedaan-perbedaan ini yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.(Rivai & Basri, 2004: 14 ).
Apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu institusi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan institusi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika. (Rivai & Basri, 2004:16.)
Encyclopedia of psychology (Eysenck, Arnold & Meili, 1972: 379), menjelaskan kinerja diartikan sebagai tingkahlaku, keterampilan atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan. Menurut Dharma (1998: 9), kinerja pegawai adalah kadar hasil yang dapat ditunjukkan seseorang dalam pelaksanaan pekerjaannya. Prawirosentono (1999: 2), mengartikan kinerja identik dengan performance yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. 
Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga institusi ataupun yayasan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan. Tercapainya tujuan lembaga atau institusi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat pada organisasi lembaga atau institusi tersebut. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan dengan kinerja lembaga. Bila kinerja pegawai baik maka kemungkinan besar kinerja lembaga juga baik. Kinerja seorang pegawai akan baik bila mempunyai kinerja yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan masa depan lebih baik.
Menurut Byars & Rue (1991: 250), kinerja selain berkenaan dengan derajat penyelesaian dari tugas-tugas yang dicapai individu, juga merefleksikan seberapa baik individu telah memenuhi persyaratan pekerjaannya, sehingga kinerja diukur dalam arti hasil. Bila pegawai gagal berperan secara wajar, seorang manajer harus menilai penyebab masalah tersebut. Dengan menganalisis keadaan-keadaan yang terlibat dalam kinerja yang tidak memuaskan, seorang manajer dapat menggunakan strategi-strategi yang tepat untuk meningkatkan hasil kerja para pegawai agar dapat memenuhi standar. Prestasi pegawai yang rendah mungkin disebabkan sejumlah faktor, mulai dari keterampilan kerja yang buruk hingga motivasi yang tidak cukup atau lingkungan kerja yang buruk. Suatu strategi motivasi tepat dilakukan dalam kasus, yaitu seorang memiliki keterampilan tetapi tidak mempunyai keinginan. Dalam kasus ini, para pegawai mungkin berbakat dan bermotivasi, tetapi tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kerja mereka karena keterbatasan wewenang atau sumberdaya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Nadler & Lawler (Walker, 1959: 182), kinerja merupakan fungsi dari usaha dan kompetensi yang merupakan hal penting dimana individu meyakini bahwa mereka dapat berkinerja pada tingkatan yang dikehendaki. Usaha tergantung pada harapan dimana usaha tersebut akan menghasilkan kesempurnaan pada tugas-tugas tertentu.
Penilaian kinerja sendiri memiliki beberapa pengertian yaitu:
1.      Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang pegawai dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga pegawai, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat. (Schuler & Jackson, 1996:3).
2.      Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kerja individu. Menurut Robbins (1996) yang dikutip oleh Rivai dan Basri dalam bukunya yang berjudul performance apprasial, pada halaman 15 menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu yaitu:
a.    tugas individu.
b.   perilaku individu.
c.    dan ciri individu.
3.  Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalab pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan.
Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja.
Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi dua arah yaitu antara pengirim pesan dengan penerima pesan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu pegawai apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada.
A. Tujuan penilaian kinerja.
Schuler dan jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen sumber daya manusia edisi keenam, jilid kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasi ada dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan dalam empat macam kategori, yaitu:
1.         Evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang.
2.    Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu.
3.    Pemeliharaan sistem.
4.    Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi peningkatan.
Efektifitas dari penilaian kinerja diatas yang dikategorikan dari dua puluh macam tujuan penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang ingin dicapai. Oleh sebab itu penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-sasaran strategis karena berbagai alasan (Schuler&Jackson ,1996 : 48), yaitu:
a.    Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan deskripsi tindakan yang harus diperlihatkan pegawai dan hasil-hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup.
b.    Mengukur kontribusi masing-masing unut kerja dan masing-masing pegawai.
c.    Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang mempetinggi dan mempermudah strategi.
d.   Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifikasi kebutuhan bagi strategi dan program-program baru.
B. Manfaat penilaian kerja
Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. (Rivai & Basri, 2004:55) Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah:
1.      Orang yang dinilai (pegawai)
2.      Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan) dan
3.      Institusi.
C. Manfaat bagi pegawai yang dinilai
Bagi pegawai yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah (Rivai&Basri,2004 :58), antara lain:
a.       Meningkatkan motivasi.
b.      Meningkatkan kepuasan hidup.
c.       Adanya kejelasan standard hasil yang diterapkan mereka.
d.      Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif.
e.       Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar.
f.       Pengembangan tantang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar, membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin.
g.      Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas .
h.      Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi.
i.        Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka mengatasinya.
j.        Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut.
k.      Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan.
l.        Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apa pun doronganatau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita pegawai.
m.    Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.
D. Manfaat bagi penilai (supervisor/manager/penyelia)
Bagi penilai, manfaat pelaksanaan penilaian kinerja (Rivai&Basri, 2004 : 60) adalah;
a.       Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja pegawai untuk perbaikan manajeman selanjutnya.
b.      Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap.
c.       Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.
d.      Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi.
e.       Peningkatan kepuasan kerja .
f.       Pemahaman yang lebih baik terhadap pegawai, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka.
g.      Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap pegawai dari para manajer maupun dari para pegawai.
h.      Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada institusi.
i.        Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para pegawai, karena telah berhasil mendekatkan ide dari pegawai dengan ide para manajer.
j.        Sebagai media untuk mengurangi kesejangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran institusi.
k.      Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada pegawai apa yang sebenarnya diingikan oleh institusi dari para pegawai sehingga para pegawai dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, dan berjaya sesuai dengan harapan dari manajer.
l.        Sebagai media untuk menigkatkan interpersonal relationship atau hubungan antara pribadi antara pegawai dan manajer.
m.    Dapat sebagai sarana menimgkatkan motivasi pegawai dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi.
n.      Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali.
o.      Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas pegawai.
E. Manfaat bagi institusi
Bagi institusi, manfaat penilaian adalah, (Rivai&Basri, 2004 : 62) antara lain:
a.    Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam institusi karena:
1.    Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan institusi dan nilai  budaya institusi.;
2.    Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas;
3.    Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi pegawai dan mengembangkan kemauan dan keterampilan pegawai.
4.    Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing pegawai;
5.    Meningkatkan kualitas komunikasi;
6.    Meningkatkan motivasi pegawai secara keseluruhan;
7.    Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan institusi;
8.    Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap pegawai;
9.    Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan;
10.                        Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan;

2.5. Penelitian Terdahulu
a.       Penelitian di lakukan oleh Mursidi dengan judul Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai. Pelatihan memiliki faktor kendali yang dapat menentukan keberlangsungan sebuah kantor. Dapat dikatakan demikian karena pelatihan dalam hal kualitasnya akan menentukan kualitas organisasi tersebut yang nantinya berpengaruh pada kelangsungan hidupnya. Salah satu hal yang dapat dijadikan parameter tentang kualitas kerja pelatihan adalah tingkat prestasi kerja yang ada pada pelatihan tersebut. Secara logika dapat dikatakan bahwa semakin tinggi prestasi kerja seorang pegawai maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pula kualitas pegawai tersebut Prestasi kerja pegawai tidak akan timbul begitu saja, melainkan membutuhkan suatu pendekatan yang intensif untuk memahami faktor-faktor yang dapat menumbuhkan prestasi kerja pegawai. Hasil analisis menunjukkan melaksanakan pelatihan dan pendidikan yang sangat baik dengan skor tingkat 227,8. tingkat kinerja pegawai yang sangat baik dengan skor nilai 226. Hasil analisis regresi menunjukkan traiming dan asuhan berpengaruh terhadap kinerja pegawai dengan nilai koefisien regresi 0.911. Koefisien determinasi nilai 0.644, menunjukkan bahwa pengaruh pelatihan dan asuhan terhadap kinerja pegawai 64,4%. Saran yang diberikan adalah Universitas Muhammadiyah Malang harus menjaga dan meningkatkan kinerja pegawai.
b.      Penelitian di lakukan oleh Fitri Syahreni Siregar dengan judul Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah bahwa terdapat hubungan yang sedang antara pelatihan tingkat pendidikan terhadap kinerja pegawai sebesar 0,517. Berdasarkan uji hipotesis yang diperoleh nilai positif sebesar 43,75, hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan dan tingkat pendidikan terhadap kinerja pegawai dengan tingkat pengaruh 3,864%. Sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh antara pendidikan dan pelatihan kinerja pegawai dapat diterima.

2.6. Kerangka Pemikiran

“Rancangan penelitian adalah rencana dan sruktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya” (Kerlinger, 1990: 483). Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka Minat dan jenis penelitian ini menggunakan penelitian Ex-Post Facto atau pengukuran sesudah kejadian dan deskriptif korelasional.
Penelitian ini berusaha untuk menemukan ada tidaknya pengaruh antara pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan. Deskriptif korelasional dipandang sesuai dengan penelitian ini karena bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang variabel yang diteliti dan bersifat korelasi karena penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu.(Arikunto, 1993: 215). Pada penelitian ini berusaha untuk menemukan ada tidaknya pengaruh antara pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan. Variabel dalam penelitian ini adalah pelatihan X1, tingkat pendidikan X2 dan sikap pegawai X3 sebagai variabel bebas terhadap kinerja karywan sebagai variabel terikat (Y), pengaruh tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:











Gambar 2.1.
Pengaruh Antar Variabel


 











2.7. Hipotesis
Menurut PPKI (2000: 12) “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara/minat teoritis diangggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya”. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ho :   Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
Ha :    Ada pengaruh yang signifikan variabel pelatihan, tingkat pendidikan dan sikap pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
Hipotesis yang diajukan selanjutnya akan diuji kebenarannya dengan bantuan statistik dengan data-data yang terkumpul. Maka Hipotesis dalam Penelitian ini adalah :
§  H1  : Ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan, terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
§  H2 : Ada pengaruh yang signifikan variabel Tingkat Pendidikan terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
§  H3 : Ada pengaruh yang signifikan variabel Sikap Pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
§  H4 : Ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan, Tingkat Pendidikan dan Sikap Pegawai terhadap kinerja karywan pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.








BAB 3.
METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
Variabel –variabel penelitian dalam penelitian ini  sebagai berikut:
a.      Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan pegawai, dimana peningkatan atau penurunan kualitas pelayanan dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.
b.      Variabel Independen (bebas)
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sarana, lingkungan dan Manajemen institusi dimana variabel tersebut diduga mempengaruhi kualitas pelayanan (variabel terikat).

3.2. Definisi Konseptual dan Indikator Penelitian
Tabel 3.1.

No
Variabel
Devinisi Konseptual
Indikator Penelitian
Item Pernyataan
1
Pelatihan
Proses melatih, kegiatan atau pekerjaan untuk meningkatkan kemampuan kerja pegawai.
-     Maksud dan tujuan Pelatihan
-     Fasilitas dan sarana pelatihan
-     Instruktur/pengajar
-     Materi Pelatihan
-     Waktu Pelatihan
-     Manfaat Pelatihan
-     8
2
Tingkat Pendidikan
Proses pendidikan untuk mengembangkan pengetahuan pegawai yang berpengaruh pada kinerja seseorang.
-    Pedidikan yang di capai
-    Bertambahnya konseptual
-    Mengembangkan diri
-    Peningkatan kinerja
-    8
3
Sikap Pegawai
pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa.
-     Sikap kepada lingkungan kerja
-     Sikap terhadap diri sendiri
-     Sikap terhadap pekerjaan
-     Sikap terhadap institusi
-     8
4
Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.
-     Produktivitas
-     Kualitas layanan
-     Responsivitas
-     Responsibilitas
-     akuntabilitas

-     8

3.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian  asosiatif. Penelitian asosiatif yaitu merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan ataupun pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2005:10). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ex post facto. Ex post facto adalah suatu penelitian yang digunakan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi kemudian merunut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut (Sugiyono, 2005:7).

3.4. Poplulasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Pegawai Kantor Kementerian Agama Jakarta yang berjumlah 100 pegawai.
Menurut Sugiyono (2005) Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data dalam penelitian, yang mana adalah merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Peneliti melakukan penelitian terhadap sampel yang mewakili populasinya. Pemilihan sampel untuk penelitian ini dilakukan secara Random Sampling yaitu populasi yang dijadikan sampel adalah populasi diambil secara acak. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Kantor Kementerian Agama yang yang dihitung dengan rumus Solvin : (Riduwan: 2007).

Dimana :
n   = Jumlah Sampel
N  = Jumlah populasi
e   = Sampling error (10%)
            Sehingga jumlah sampel yang diperoleh dengan rumus perhitungan di atas sebanyak :
 = 50 pegawai (dengan pembulatan)

3.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan riset lapangan, yaitu suatu riset yang dilakukan langsung pada kantor yang akan diteliti sehingga dapat diperoleh informasi yang menyeluruh, tepat dan akurat. Teknik pengumpulan data di lapangan yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

a.      Observasi
Observasi yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati secara langsung kegiatan pegawai yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
b.      Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pegawai yang diamati juga terhadap guru untuk mengali  informasi yang lebih  mendalam sehingga hasil yang diharapkan lebih akurat dan didasarkan pada sumber yang dapat mewakili.
c.       Kuesioner
Penggunaan kuesioner pada penelitian survei merupakan hal yang pokok untuk pengumpulan data. Hasil kuesioner tersebut akan diolah menjadi angka-angka dan analisis yang akan menghasilkan kesimpulan dari hasil penelitian.
Penilaian kuesioner data mengunakan skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang.  Dengan skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator variable. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.   Instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatife yaitu : Menurut skala likert, 5 alternatif pilihan yang diurut atas dasar skor.
Tabel 3.2.                                                                                                                             Skala Penilaian

Uraian
Kode Jawaban
Skor Jawaban
Sangat Baik
SB
5
Baik
B
4
Cukup Baik
CB
3
Tidak Baik
TB
2
Sangat Tidak Baik
STB
1

3.6. Metode Analisis Data
Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta  dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Analisis data bertujuan mengolah data-data penelitian sehingga menghasilkan nilai yang dapat diartikan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program pengolah data SPSS versi 16. Adapun analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengolahan, yaitu :

a.      Uji Instrumen Penelitian
b.      Uji Validasi
Uji instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan (kuesioner) dalam penelitian memenuhi kriteria instrumen yang baik atau tidak. Baik tidaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam intrumen penelitian dapat dilihat dari hasil uji validitas dan reliabilitas,normalitas, multikolonieritas dan autokorelasi.

c.       Uji Reliabilitas
Validitas yaitu suatu ukuran yang menujukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Adapun kriteria pengujianya adalah jika  dengan taraf  kesalahan 0,05 maka instrumen dinyatakan valid, sebaliknya jika  maka instrument tersebut tidak valid.

d.      Uji Normalitas
Dilakukan untuk memastikan bahwa data variabel penelitian berasal dari data yang berdistribusi normal. Pada uji ini digunakan grafik normal PP Plot hasil pengolahan dengan program SPSS. Asumsi normalitas adalah jika titik-titik data hasil regresi tersebar di seputar garis diagonal pada grafik normal PP Plot.

e.       Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF dan tolerance hasil pengolahan dengan program SPSS. Hasil yang baik diperoleh jika nilai tolerance mendekati angka satu dan nilai VIF berada di seputar 1 dan maksimal 10.

f.       Uji Autokolerasi
Uji Durbin-Watson hasil pengolahan SPSS digunakan untuk mengetahui terpenuhi tidaknya asumsi non autokorelasi. Non autokorelasi terpenuhi jika nilai Durbin – Watson memiliki nilai antara 1.80 sampai dengan 2.35.

3.7. Analisis Korelasi Ganda
Analisis korelasi sering digunakan untuk mengetahaui erat tidaknya hubungan antar variabel. Apabila ternyata hasil analisis menunjukan hubungan yang cukup erat, maka analisis dilanjutkan ke analisis regresi sebagai alat meramalkan yang sangat berguna untuk suatu perencanaan. Dalam analisis korelasi terdapat dua variabel, yaitu variabel ,  dan Y. koefisien korelasi menunjukkan arah serta kuat atau lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut.
Bila r   =   -1 maka hubungan kedua variabel tersebut sempurna dan berlawanan arah.
Bila r = 0 maka hubungan kedua variabel sangat lemah atau tidak mempunyai hubungan.
Bila r =  1 atau mendekati 1 maka hubungan kedua variabel tersebut sempurna dan mempunyai hubungan searah (positif).

3.7.1.      Penentuan Nilai Determinasi
Nilai determinan memberikan gambaran seberapa besar kontribusi variable independent terhadap variable dependen yang dinyatakan dengan persen. Coefficient of  Determination di rumuskan sebagai berikut :
Kd = r2 x 100%
 Dimana :
            Kd = Koefisien penggunaan dalam presentase (R2)
 r   =  Nilai koefisien korelasi regresi
Atau dalam hasil pengolahan dengan program pengolah data SPSS dapat dilihat pada tabel summary di R Square.
3.7.2.      Analisis Regresi Ganda
Regresi ganda digunakan  untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium) bila dua atau lebih variabel independen  sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).  Persamaan regresi untuk dua prediktor adalah :
Y
Dimana :
     Y      = Variabel Kualitas Pelayanan ( terikat)           
a        = Bilangan konstanta
     b1      = Koefesien regresi variabel X1
b2      = Koefisien regresi variabel X2
b3      = Koefisien regresi variabel X3
X1     = Variabel Pelatihan (bebas)
     X   = Variabel Tingkat Pendidikan (bebas)
X3     = Variabel Sikap Pegawai (bebas)

3.7.3.      Uji Hipotesis
Uji Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari pengujian untuk pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dilakukan dengan uji t dan pengujian untuk pengaruh secara bersama atau simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian tersebut diuraikan sebagai berikut :

3.7.3.1.Pengaruh Parsial Variabel x-y Dengan Uji t
Uji Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari pengujian untuk pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dilakukan dengan uji t dan pengujian untuk pengaruh secara bersama atau simultan dilakukan dengan uji F. Pengujian tersebut diuraikan sebagai berikut :

1.      Variabel Pelatihan
-       Ho1 : tidak ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan  terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y)
-    Ha1 : ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan  terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).

2.      Variabel Tingkat Pendidikan
-    Ho2 :  tidak ada pengaruh yang signifikan variabel Tingkat Pendidikan  terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).
-    Ha2 : ada pengaruh yang signifikan variabel Tingkat Pendidikan   terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).

3.      Variabel Sikap Pegawai
-    Ho3 : tidak ada pengaruh yang signifikan variabel  Sikap Pegawai  terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).
-    Ha3 : ada pengaruh yang signifikan variabel  Sikap Pegawai terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan  (Y).

3.7.3.2. Uji F Menguji Pengaruh Secara Bersama
Uji F digunakan untuk menguji variabel Pelatihan, variabel Tingkat Pendidikan dan variabel Sikap Pegawai secara bersama terhadap Kinerja Pegawai. Kriteria pengujian hipotesis secara statistik adalah :
- Jika F < F , maka Ho  diterima dan Ha ditolak
- Jika F > F , maka Ho  diolak dan Ha diterima
Atau bila menggunakan nilai probabilitas sig., maka kriteria pengujian sebagai berikut :
            -    Jika probabilitas sig.  > ά , maka Ho  diterima dan Ha ditolak
-    Jika probabilitas sig.  < ά, maka Ho  ditolak dan Ha diterima
Dalam bentuk kalimat  kriteria hipotesis dinyatakan  sebagai berikut :
-          Ho4 : tidak ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan, Tingkat Pendidikan dan Sikap Pegawai  terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).
-          Ha4  : ada pengaruh yang signifikan variabel Pelatihan, Tingkat Pendidikan dan Sikap Pegawai  terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Y).































DAFTAR PUSTAKA

Sumber: UU Nomor 20 Tahun 2003, http://www.kemdiknas.go.id, Wikipedia Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pengunjung yang baik mohon tinggalkan komentar nya yaa..