Kamis, 20 Februari 2014

MENGANALISIS PUISI



MENGANALISIS PUISI

A.    Diksi dalam Puisi

Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi berarti "pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)”. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan. Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.

Pilihan kata atau diksi mencakup pengertia kata-kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa
.
Penggunaan diksi, menurut sebagian besar orang adalah sangat penting. Alasannya ialah agar apa yang ada dalam pikiran ketika ingin disampaikan bisa diterima oleh si pendengar atau pembaca. Diksi, tidak hanya ada dalam penulisan saja melainkan dalam ucapan juga. Keefektifan dalam memilih diksi sangat diperlukan. Pembicara atau penulis yang terkesan bertele-tele dalam memaparkan idenya, akan membuat pendengar atau pembaca merasa bosan sehingga tidak jadi menuntaskan mendengar atau membaca.
Pemilihan diksi dalam ucapan dan penulisan menjadi bagian yang sangat penting. Dalam ucapan, seorang penutur seharusnya dituntut untuk berbicara tanpa ada ambigu dalam kata yang diucap. Mengapa? Supaya pendengar dapat mudah memahami. Begitupun dalam menulis artikel atau opini, memilih kata yang pasti dan tidak ambigu adalah hal yang harus dan wajib.
Seperti contoh dibawah ini:
Sepisaupi

sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupoi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi

(1973)

Batasan Kosa Kata dan Diksi
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.
Dari buku Gorys Keraf (DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :
• Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

B.     Penyimpangan-Penyimpangan Bahasa Puisi
Puisi adalah salah satu karya sastra dengan bahasa yang liris. Penulisan puisi sering menggunakan gaya bahasa untuk memperindah atau mempertajam makna puisi tersebut.

Dulu, puisi banyak terikat dengan aturan seperti penggunaan rima dan bait. Dalam perkembangannya, sekarang bahasa puisi terkesan bebas dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku dalam masyarakat bahasa.
Jika dipandang dengan kaidah bahasa yang berlaku, maka banyak puisi yang menyimpang dari kaidah tersebut. Hal itu dapat berupa penyimpangan gramatikal, baik sintaksis maupun morfologis. Penyimpangan ini dapat dikatagorikan sebagai variasi bahasa.
Penggunaan afiks-afiks yang tak semestinya merupakan salah sartu penyimpangan morfologis. Kata-kata dasar yang biasanya menggunakan prefiks me-N- diganti dengan be-r atau sebaliknya, seperti bersedih diganti menjadi menyedih, berteduh menjadi meneduh, berlari menjadi melari, dan lain-lain.

Di dalam puisi juga sering ditemukan padanan kata majemuk yang tak biasa digunakan masyarakat bahasa, seperti lembayung langit yang berarti lagit kelabu, dinding bisu yang berarti saksi bisu dan Langit lazuardi yang berarti langit yang biru. Hal ini bisa disebabkan oleh penggunaan gaya bahasa yang bebas oleh penyair. Bagi penyair, bahasa dapat diibaratkan cat minyak yang dapat serta merta dicoretkan pada media kanvas.
Penyimpangan sintaksis dalam puisi dapat dicontokan pada larik pertama puisi Chairil Anwar yang berjudul “Isa” yakni itu tubuh. Dalam konteks pemakaian bahasa yang benar, seharusnya tertulis tubuh itu. Pada dasarnya, frasa dalam kaidah pemakaian bahasa Indonesia menggunakan pola DM (Diterangkan Menerangkan). Namun pada umumnya frasa yang digunakan dalam puisi menggunakan pola MD (Menrangkan Diterangkan).

Selain itu di dalam puisi juga sering ditemukan pelesapan kata untuk memadatkan bahasa puisi. Adapun contohnya adalah pekat darah seharusnya darah yang pekat, merah mawar seharusnya mawar merah, damai cinta seharusnya cinta yang damai dan lain-lain. Pada ranah klausa juga sering ditemukan adanya penyimpangan bahasa puisi. Pulang kembali aku padamu (P/S/O), larik puisi dalam puisi “Padamu Jua” ini menyalahi aturan sintaksis karena predikat berada di depan subjek. Jika menngunakan kaidah bahasa yang benar maka larik puisi tersebut Aku pulang kembali padamu (S/P/O).

Penyimpangan-penyimpangan bahasa pada puisi merupakan suatu cara untuk berkreasi dengan bahasa. Variasi bahasa sangat luas, tinggal bagaimana masyarakat menggunakannya tepat pada tempatnya. Penyimpangan bahasa pada puisi tidak dapat disalahkan karena pada puisi berlaku prinsip licentia poetica. Prinsip inilah yang membenarkan penyimpangan bahasa puisi dengan tujuan tertentu, seperti menampilkan keindahan, menekankan makna, atau menarik perhatian pembaca.
Analisis penyimpangan-penyimpangan pada puisi-puisi di bawah ini:


PERGI
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Tangisku menjadi
Hatiku memerih
Tak sempat ku berucap lagi
Tapi kau sudah menjauh pergi

Inginku menahanmu
Lebih lama lagi
Namun kau semakin menjauh
Pergi dari dasar hatiku

Bulan bintang bantu aku
 Pa bisa aku lupakan dirinya
Biar hati merana rapuh
Kan kukuatkan selagi bisa


Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
a.       Kata ‘menjadi’ memiliki makna yang samar-samar artinya sulit untuk dipahami langsung oleh pembaca. Sebenarnya kata menjadi di sini yaitu ‘makin menjadi’ atau ‘makin bertambah kencang’ namun penulis sengaja tidak memperjelas maksud kata ‘menjadi’ tersebut dengan tujuan estetis. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
b.      Kata ‘memerih’ pada puisi di atas memiliki makna ‘menjadi perih’ atau ‘merasakan perih’. Kata ‘memerih’ dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak dibenarkan, oleh sebab itu terjadi penyimpangan morfologis pada kata tersebut.
c.       Kata ‘pa’ sebenarnya berasal dari kata ‘apa’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pa’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis. 

Merah
Oleh: Fadilah Neyarasmi

Merah itu …
Pabila aku bahagia
Pabila aku marah
Pabila aku berani

Merah itu ... kamu!
Slalu buatku bahagia
Slalu buatku marah
Slalu buatku berani

Merah itu … hidupku!
Yah itu hidupku!
Di mana-mana kan selalu ada
Merah menyala
Merah hidupku
Merah semangatku!

Penyimpangan-penyimpangan pada puisi di atas:
a.       Kata ‘merah’ memiliki makna yang berbeda dari denotasi sebenarnya. Kata merah di sini maksudnya adalah perlambangan hidup penyair yang selalu diidentikkan dengan merah. Yang kadang bahagia, marah dan berani. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan semantis.
b.      Kata ‘pabila’ sebenarnya berasal dari kata ‘apabila’ namun dihilangkan salah satu huruf awalnya sehingga hanya ada kata ‘pabila’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia karena tidak memiliki arti. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.
c.       Kata ‘slalu’ sebenarnya berasal dari kata ‘selalu’ namun dihilangkan salah satu huruf vocal dibagian tengahnya sehingga hanya ada kata ‘slalu’ yang sebenarnya dianggap salah dalam ejaan bahasa Indonesia. Penyimpangan yang terjadi merupakan penyimpangan fonologis.

C.    Tujuan Penggunaan Kebahasaan dalam Puisi
Dalam setiap penggunaan bahasa, unsur kebahasaan selalu mengiringi tuturan karena unsur kebahasaan merupakan peranti sistem bahasa mulai wujud yang paling sederhana berupa bunyi sampai pada sistem yang paling kompleks berupa wacana. Peranti sistem bahasa tersebut digunakan untuk mengungkapkan maksud pengguna bahasa. Oleh sebab itu, penutur harus menguasai peranti sistem bahasa tersebut ketika menggunakan bahasa. Penggunaan sistem bahasa yang keliru dapat menyebabkan pesan yang disampaikan tidak bisa diterima mitra tutur sesuai dengan yang dikehendaki penutur. Selain itu, tujuan penggunaan bahasa dalam puisi diantaranya:
1.         Untuk mengekspresikan diri
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sipemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yangmenjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakanbahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secaraterbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain:
Ø  agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
Ø  keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
2.         Untuk berkomunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksudkita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja samadengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan,merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai tujuan komunikasi, kita sudahmemiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita inginmenyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuatorang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain.Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam halini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita.Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhankhalayak sasaran kita.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pulamerupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapatmenunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsadan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita,baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri terlebih lagi bagi seorang pengarang puisi.
3.         Untuk beradaptasi dan integrasi sosial
Cara berbahasa tertentu selain sebagai alat komunikasi, juga bertujuan pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepadalingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakanbergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakanbahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasayang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standarpada orang tua atau orang yang kita hormati.
4.         Untuk kontrol sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapatditerapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan,informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Termasuk pesan-pesan moral yang disampaikan melalui puisi, juga dapat dikatagorikan sebagai alat kontrol sosial, pengarang yang merasa tidak sejalan dengan keadaan yang dirasakannya (ditujukan kepada penguasa atau pemerintah) akan menuangkan pikiran-pikiran dan perasaan yang dirasakannya itu melalui puisi. Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kitaterapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satucara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasadongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasamarah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secaralebih jelas dan tenang.


D.    Tujuan Penggunaan Gaya Bahasa
Bahasa sangatlah erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Bahasa juga merupakan unsur pokok dalam pembuatan suatu karya sastra. Dalam pembuatan sebuah karya sastra khusunya puisi, namun menurut pendapat Kleden (1983)”bahwa hakikat puisi bukanlah susunan kata-kata yang membentuk barisan dan bait, melainkan sesuatu yang terkandung di dalam kata, baris, dan bait itu. Tegasnya, puisi adalah keindahan dan suasana tertentu yang terkandung di dalam kata-kata. Dari penjelasan puisi di atas, terlihat beberapa persamaan mengenai karakteristik sebuah puisi”.
Dengan majas yang kita gunakan membuat puisi, maka puisi tersebut menjadi lebih variatif dan unsur keindahannya semakin kompleks. Meskipun gaya bahasa yang digunakan penulis beranekaragam, namun itu menambah kekayaan bahasa dalam puisi. Sehingga si pembaca dan pendengar lebih bisa menghayati dan ikut merasakan apa isi atau makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Hal ini mengacu pada pendapat Awaludin (2009) sebagai berikut:
Dalam puisi terdapat kebebasan menuangkan kata-kata menurut imajinasi  penulis. Oleh karena itu majas sebagai gaya bahasa itu penting dalam puisi. Gaya bahasa yang digunakan oleh setiap penulis atau penutur bahasa berbeda-beda. Gaya bahasa merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa  oleh seseorang dalam sebuah puisi, gaya penulisan menekankan unsur yang berkaitan dengan fungsi dalam teks itu sendiri. Gaya bahasa sebuah teks puisi ditentukan oleh maksut ataupun tujuan si penulis yang membuat puisi tersebut. Selain itu, unsur kebiasaan seorang penulis serta unsur kedaerahan juga dapat mempengaruhi gaya bahasa seorang penulis puisi.
Dalam konteks puisi, bahasa adalah alat yang digunakan oleh penyair untuk memindahkan pengalaman jiwa, yaitu pemikiran serta perasaannya kedalam puisi. Bahasa dalam sebuah puisi perlu juga memperlihatkan kehalusan, kesempurnaan, dan kemuliaan pembentukan serta penyusunannya sebagai syarat-syarat keindahan bahasa sastra (Guan,2010). Sedangkan definisi gaya menurut Za’ba (1962) “gaya bahasa itu ialah rupa susuk bahasa yang dipakai apabila berrcakap atau mengarangg, yaitu tentang perkataannya, ikatan ayatnya, jalan bahasanya, cara susunan atau bentuk peribahasanya”. Dalam  puisi gaya bahasa itu  menentukan bagus atau tidaknya puisi tersebut. Seperti pendapat (Usman,2010) “bahasa adalah alat atau wahana yang magis, yang dapat mempengaruhi pembaca atau pendengar dan dapat dirubah perasaan atau pemikirannya oleh penyair”.
            Oleh sebab itu gaya bahasa dalam sebuah karya sastra khusunya puisi, sangat penting untuk menghasilkan sebuah karya sastra yang bagus dan dihargai masyarakat. Pada dasarnya majas dibedakan menjadi empat, yaitu:
1.      Majas Perbandingan

a.       Personifikasi: adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan memberkan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati sehingga seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia atau benda hidup.
Contoh: Pucuk-pucuk teh yang menggeliat.
b.      Metafora: adalah majas perbandingan yang dilukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hamper sama.
Contoh:  -  raja siang telah pergi ke peraduannya (raja siang=matahari)
-    Dewi malam telah keluar dari balik awan (dewi bulan=bulan)
c.       Alegori: adalah majas perbandingan yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh, perbandinagn itu membentuk kesatuan yang menyeluruh.
Contoh: hidup ini dioerbandingkan dengan perahu yang tengah berlayar di lautan.
               Suami = nahkoda
               Istri = jurumudi
Topan, gelombang, batukarng – cobaan/ halangan dalam kehidupan
               Tanah seberang = cita-cita hidup
d.      Hiperbola: adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan hati.
Contoh: kakak membanting tulang demi menghidupi keluarganya
e.       Litotes (hiperbola negatif): adalah majas perbandingan yang melukiskan keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna merendahkan diri.
Contoh: perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudera luas
f.       Sinekdone: dapat dibedakan atas
a.       Pars pro toto: yaitu majas sinekdone yang menuliskan sebagian tetapi yang dimaksud adalah seluruhnya.
b.      Totem pro parte: yaitu majas sinekdone yangmelukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian
Contoh: Kaum wanita memperingati hari kartini.
g.      Eufemisme (ungkapan pelebut): adalah majas perbandingan yang melukiskan suatu benda dengankata-kata yang lebih lembut untuk menggantikan kata-kata lain utnuk sopan santun atau tabu bahasa (pantang).
Contoh: -  para tunakarya perlu perhatian yang serius dari pemerintah
-    Pramuwisma bukan pekerjaan yang hina
h.      Simbolik: adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan benda-benda lain sebagai symbol atau perlambang.
Contoh: dari dulu ia tetap saja menjadi lintah darat
               (lintah darat = lambang pemeras)
i.        Alusio: adalah majas perbandingan dengan menggunakan ungkapan peribahasa, kata-kata yang artinya diketahui umum.
Contoh: -  ah, dia itu tong kosong nyaring bunyinya
-    Rupanya Ahmad makan tangan hari ini hingga membuat iri teman-temannya.
j.        Asosiasi: adalah majas perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya pesamaan sifat.
Contoh: wajahnya muram bagai bulan kesiangan
k.      Perifrasis: adalah majas perbandingan yangmelukiskan sesuatu dengan menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh: petang barulah ia pulang
Menjadi: ketika matahari hilang dibalik gunung barulah ia pulang
l.        Metonimia: adalah majas perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.
Contoh: kemarin ia memakai fiat (mobill merk Fiat)
m.    Antonomasia: adalah majas perbandingan yang menyebutkan nama lain terhadap seseorang berdasarkan cirri atau sifat menonjol yang dimilikinya.
Contoh:  si pincang, si jangkung, si keriting, dan sebagainya.
n.      Tropen: adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan suatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejajar dan sejalan.
Contoh: setiap malam ia menjual suaranya untuk nafkah anak dan istrinya.
o.      Parabel: adalah majas perbandingan dengan menggunakan perumpamaan dalam hidup.
Misalnya:   Bhagawat Gita, Mahabarata, Bayan Budiman.
2.      Majas Sindiran

1.      Ironi: adalah majas sindiran yang melukiskan sesuatu yang menyatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud untuk menyindir orang.
Contoh: Harum benar sore ini
2.      Sinisme: adalah majas sindiran yang menggunakan kata=kata sebalikinya seperti ironi tetapi kasar.
Contoh: itukah yang dinamakan bekerja
3.      Sarkasme: adalah majas sindiran yang terkasar serta langsung menusuk perasaan.
Contoh: Otakmu memang otak udang!


3.      Majas Penegasan
1.      Pleonasme: adalah majas penegasan yang menggunakan sepatah kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkan.
Contoh: salju putih sudah mulai turun kebawah
2.      Repetisi: adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali, yang biasanya digunakan dalam pidato.
Contoh: kita junjung ia sebagai pemimpin, kita junjung ia sebagai pelindung, kita junjung ia sebagai pembebas kita.
3.      Paralisme: ialah majas penegasan seperti  repetisi tetapi dipakai dalam puisi. Para lisme dibagi menjadi:
a.       Anaphora: yakni bila kata atau frase yang di ulang terletak di awal kalimat. Misalnya:
Kalau’lah  diam malam yang kelam
Kalau’lah tenang sawang yang lapang
Kalau’lah lelap orang di lawang
b.      Epifora: yakni bila kata atau frase yang di ulang terletak di akhir kalimat. Misalnya
Kalau kau mau, aku akan datang
Jika kau kehendaki, aku akan datang
Bila kau minta, aku akan datang
Di samping itu, adapun yang memperlihatkan penggunaan anaphora dan epifera dan sekaligus, seperti:
            Kami jemu pada lagu
            Kami benci pada lagu
            Kami runtuh karena lagu
(“suara dari sudut gelita”, oleh Muhammad Ali)
4.      Tautology: adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan menggunakan kata-kata yang sama artinya untuk mempertegas arti.
Contoh: saya khawatir dan was-was akan keselamatannya.
5.      Simetri: adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan mempergunakan satu  kata, kelompok kata atau kalimat yang seimbang artinya dengan yang pertama.
Contoh: kakak berjalan tergesa-gesa, seperti orang dikejar anjing gila
6.      Enumerasio: adalah majas penegasan yang melukiskan beberapa peristiwa membentuk satu kesatuan yang dituliskan satu persatu supaya tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas.
Contoh: angin berhembus, lalu tenang, bulan memancar lagi
7.      Klimaks: adalah majas penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin memuncak pengertiannya.
Contoh: menyemai benih, tumbuh hingga menuainya, aku sendiri yang mengerjakannya.
Anak-anak, remaja, dewasa datang menyaksikan film “saur sepuh”
8.      Antiklimaks: adalah majas penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin menurun pengertiannya.
Contoh: jangankan seribu, atau seratus, serupiah pun tak ada
9.      Retorik: adalah majas penegasan yang menggunakan kalimat Tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karena sudah diketahuinya.
Contoh: mana mungkin orang mati hidup kembali
10.  Koreksio: adalah majas penegasan yang membetulkan (mengoreksi) kembali kata-kata yang salah diucapkan, baik di sengaja maupun tidak.
Contoh: hari ini sakit ingatan, eh……maaf, sakit kepala maksudku.
11.  Polisidenton: adalah majas penegasan yang  menyebutkan beberapa benda,       hal atau  keadaan secara berturut-turut dengan memakai kata penghubung.
Contoh: dia tidak tahu, tetapi tetap saja ditanyai, akibatnya dia marah-marah
12.  Asidenton: adalah majas penegasan yang  menyebutkan beberapa benda, hal atau  keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung.
Contoh: kemeja, sepatu, kaos kaki, dibelinya di toko itu.
13.  Ekslamasio: adalah majas penegasan yang memakai kata-kata seru sebagai penegas.
Contoh: amboi, indahnya pemandangan ini
14.  Praeterito: adalah majas penegasan yangmelukiskan sesuatu dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu dan pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu.
Contoh: tidak usah kau sebut namanya, aku sudah tau penyebab kegaduhan ini.
15.  interupsi: adalah majas penegasan yang  mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di antar kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.
Contoh: aku, orang ke sepuluh tahun bekerja di sini, belum pernah dinaikan gajiku.

4.      Majas Pertentangan
1.      Antithesis: adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan arti.
Contoh: cantik atau tidak, kaya atau miskin , bukanlah suatu ukuran nilai seorang wanita.
2.      Paradoks: adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu seolah-olah bertentangan, padahal maksud sesungguhnya tidak karena objeknya berlainan.
Contoh: hatinya sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai.
3.      Okupasi: adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan.
Contoh: merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tidak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka muncullah pabrik-pabrik rokok karena untungnya banyak.
4.      Kontradiksio Interminis: adalah majas pertentangan yang memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semua, yang berupa perkecualian.
Contoh: semua murid kelas ini hadir, kecuali si Hasan yang sedang ikut jamboree.
5.      Anakronisme:adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu tidak sesuai dengan jamanya atau kurang dapat diterima oleh akal.
Contoh: setelah lahir, bayi itu lantas bicara dengan ibunya.

















DAFTAR PUSTAKA

http://idaelysa94.blogspot.com/2013/01/makalah-gaya-bahasa-dalam-puisi.html. DIakses pada tanggal 31 Maret 2013. Pukul 13:00.
http://andixjelek.blogspot.com/2008/12/bahasa-puisi.html. DIakses pada tanggal 31 Maret 2013. Pukul 13:00.




1 komentar:

pengunjung yang baik mohon tinggalkan komentar nya yaa..