BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
teknologi komputer yang semakin canggih dimungkinkan untuk didesain dan
dikembangkan seperangkat program pembelajaran untuk siswa sekolah dasar.
Pengembangan tersebut dalam bentuk media pembelajaran berbasis komputer.
Pengembangan media PBK sebaiknya melibatkan pengembang instruksioal, yaitu ahli
media dan ahli materi. Disamping itu pengembangan media PBK harus memperhatikan
karateristik anak usia SD, melipusti aspek psikologis dan sosiologi anak SD. Komponen
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan PBK antara lain; bahan penarik
perhatian, penyamapaian standar kompetensi, tes prasyarat, prates, uraian
materi, latihan ilustrasi/grafis, latihan, penjelasan atau rambu-rambu jawaban
latihan, rangkuman, tes akhir, balikan.
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS) semakin hari semakin pesat,
terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang
dari berbagai penjuru dunia secara cepat dan melimpah ruah. Untuk dapat tampil
unggul dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini diperlukan adanya
sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia itu sendiri
salah satunya bergantung pada kualitas pendidikannya.
Pendidikan matematika yang diberikan di sekolah memberikan sumbangan
penting bagi siswa dalam pengembangan kemampuan yang sejalan dengan tujuan
pendidikan.
Menurut Depdiknas Jakarta (2003:7.31) disebutkan bahwa kecakapan atau
kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika
mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA adalah menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah; mengunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; menunjukkan
kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), dan meyelesaikan model matematika
dalam pemecahan masalah; memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di ats, dapat
disimpulkan beberapa rumusan masalah. Yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan problem solving?
2. Bagaimanakah
langkah-langkah penyelesaian masalah dan hipotesis dalam problem solving?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Menjelaskan
pembelajaran matematika berbasis komputer dengan problem solving.
2. Menjelaskan
langkah-langkah penyelesaian masalah dan hipotesis dalam problem solving.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Problem Solving
Penyelesaian
masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk
menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran
penyelesaian masalah merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar
menerima tantangan dari pertanyaan bersifat menantang, dan mengarahkan siswa
agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut (sukoriyanto, 2001:103).
Pembelajaran
pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka
memberi tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan matematika
(Tim PPPG Matematika, 2005:93). Fungsi guru dalam kegiatan itu adalah
memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbing siswa dalam proses
pemecahannya. Masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau
oleh kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa dapat
menurunkan motivasi mereka.
Pemecahan masalah matematik
mempunyai dua makna yaitu:
1.
Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan
pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan
memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan
penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika.
2.
Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi:
·
Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan
masalah
·
Membuat model matematik dari suatu situasi atau
masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.
·
Memilih dan
menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar
matematika.
·
Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
permasalah asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
·
Menerapkan matematika secara bermakna.
B.
Keunggulanan
dan Kelemahan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Adapun keunggulan model pembelajaran problem solving sebagai berikut:
1.
Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2.
Berpikir dan bertindak kreatif.
3.
Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4.
Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5.
Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6.
Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7.
Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan
kehidupan, khususnya dunia kerja.
8.
Dengan metode ini potensi intelektual dari dalam diri
siswa akan meningkat.
9.
Dengan meningkatkan potensi intelektual dari dalam
diri siswa maka akan menimbulkan motivasi intern bagi siswa.
10. Dengan
menggunakan metode ini menyebabkan materi yang telah dipelajari akan tahan lama.
11. Masing-masing
siswa diberi kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapatnya sehingga para
siswa merasa lebih dihargai dan yang nantinya akan menumbuhkan rasa percaya
diri
12. Para siswa
akan diajak untuk lebih menghargai orang lain
13. Untuk
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan lisannya
14. Mengajak
siswa berpikir secara rasional.
15. Siswa aktif
16. Mengembangkan
rasa tanggung jawab
17. Melatih
siswa untuk mendesain suatu penemuan
18. Berpikir dan
bertindak kreatif.
19. Memecahkan
masalah yang dihadapi secara realistis
20. Mengidentifikasi
dan melakukan penyelidikan
21. Menafsirkan
dan mengevaluasi hasil pengamatan.
22. Merangsang
perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
23. Dapat
membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia
kerja.
Kelemahan model pembelajaran
problem solving sebagai berikut:
1.
Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan
metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk
melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep
tersebut.
2.
Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
3.
Bagi siswa yang sangat kurang pemahaman dasar
matematika maka pengajaran dengan metode ini akan sangat membosankan dan
menghilangkan semangat belajarnya.
4.
Bila guru tidak berhati-hati dalam memilih soal
pemecahan masalah akan berubah fungsinya menjadi latihan, apabila tanpa
memahami konsep yang dikandung soal-soal tersebut.
5.
Karena tidak melihat kualitas pendapat yang
disampaikan terkadang penguasaan materi sering diabaikan
6.
Metode ini sering kali menyulitkan mereka yang sungkan
mengutarakan pendapat secara lisan
7.
Memakan waktu lama
8.
Kebulatan bahan kadang – kadang sukar dicapai
9.
Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan
metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk
melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep
tersebut.
10. Memerlukan
alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang
lain.
C. Langkah-langkah Sistematis Pemecahan Masalah (Problem Solving)
1)
Tetapkan Tujuan, merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk fokus menyelesaikan suatu masalah tertentu. Tujuan yang bias
akan menyebabkan proses pemecahan masalah tidak akan fokus dan tujuan tidak
tercapai dengan baik.
2)
Tulis / petakan permasalahan yang ada, langkah
ini bisa jadi merupakan langkah paling penting dalam problem solving. Tanpa
pemahaman yang baik atas masalah, solusi tidak akan pernah benar. Agar pemetaan
masalah dapat sesuai dengan kondisi yang ada, diperlukan pengamatan, data dan
informasi yang akurat serta keterlibatan pihak-pihak yang berada di dalam atau
yang berdekatan dengan sistem termasuk motif masing-masing pihak. Pemetaan
masalah ala SWOT mungkin bisa membantu, hanya saja dalam SWOT tidak dikaji
hal-hal lain yang mungkin berperan lebih besar dari
kelebihan-kelemahan-kesempatan-ancaman. Petakan masalah sejelas-mungkin,
sederhana dan runtut berdasarkan kronologis. Sangat baik memetakan dalam bentuk
visual warna dan gambar yang memperjelas diferensiasi dan rangkaian kejadian
seperti pada metode MIND MAPPING.
3)
Cari akar permasalahan yang mungkin, suatu
masalah sering disebabkan oleh masalah lainnya sehingga atas suatu masalah
terlihat banyak masalah yang menjadi penyebabnya. Padahal sebenarnya hanya ada
sedikit akar permasalahan untuk kasus masalah yang kompleks sekalipun dan
bahkan sering ditemui masalah yang kompleks dengan satu akar permasalahan yang
justru sangat sederhana. Telah dikembangkan metode untuk menemukan akar
permasalahan (RCA / Root Cause Analysis) diantaranya 5 Why Analysis dan Fishbone.
Akar penyebab masalah yang tepat biasanya apabila secara rasional tidak terjadi
hubungan sebab-akibat yang tidak logis dengan beberapa masalah yang ada.
4)
Kembangkan hipotesis, tahap ini pada dasarnya merangkum
antara masalah hingga akar masalah yang paling mungkin. Hipotesis bisa lebih
dari satu jika masalahnya kompleks. Hipotesis umumnya akan berupa pernyataan
yang menggambarkan hubungan antara dua variabel dalam konteks pemecahan
masalah.
5)
Tetapkan analisis dan informasi yang diperlukan untuk
menguji hipotesis, hipotesis harus dapat diuji dengan cara / metode
tertentu. Pengujian ini penting untuk memastikan atau verifikasi hipotesis.
Dalam kajian ilmiah, bila hipotesis terverifikasi benar maka akan menjadi
teori. Dalam konteks pemecahan masalah, maka bila hipotesis terverifikasi maka
dapat dikatakan akar penyebab masalah telah dipastikan valid.
6)
Kembangkan berbagai alternatif solusi, pada tahap
ini dituntut kreatifitas tinggi dalam mengembangkan solusi yang mungkin. Sangat
baik memunculkan semua solusi tanpa terkecuali. Sebagai pedoman, lihatlah
sistem hingga subsistem yang ada dan pahami motif pelaku yang terlibat.
Disarankan mengurai solusi dalam bentuk pohon solusi agar memudahkan untuk
mengembangkan sebanyak mungkin solusi berdasarkan masing-masing cabang dan
ranting pohon solusi. Sebaiknya alternatif solusi yang didapat disusun dalam
suatu checklist. Untuk mendapatkan lebih banyak solusi, sebaiknya dilakukan
brainstorming, bertanya kepada orang yang berpengalaman dengan masalah sejenis,
membaca literatur, dan lain-lain.
7)
Seleksi alternatif solusi, tahap ini
pada dasarnya mengevaluasi tiap solusi yang telah ada. Jika solusi yang
tersedia cukup banyak, maka dapat dilakukan dalam beberapa tahap seleksi.
Dimana pada tahap awal seleksi dengan mempertimbangkan aspek yang dianggap
prioritas utama bagi organisasi seperti peraturan, norma dan etika, serta
hal-hal prinsip lainnya. Setelah itu seleksi berikutnya dengan mengevaluasi
solusi dengan pertimbangan yang tingkat prioritasnya lebih rendah seperti biaya
yang diperlukan, waktu yang dibutuhkan, tingkat kesulitan solusi, dan tingkat
dampaknya. Kadang-kadang diperlukan penggabungan solusi hasil seleksi untuk
memecahkan masalah atau terdapat satu solusi jitu yang dapat memecahkan
beberapa masalah berbeda yang terjadi secara bersamaan.
8)
Susun prioritas tindakan, untuk
menentukan prioritas tindakan atas beberapa solusi pilihan, dapat dilakukan
dengan cara pemetaan 4 kuadrant hubungan antara penting-genting dan
dampak-tingkat kesulitan. Tentu saja prioritas pertama tindakan akan dimulai
dari tindakan solusi yang penting-genting-dampak tinggi-mudah.
9)
Kembangkan rencana implementasi, dalam
mengembangkan rencana implementasi perlu dipertimbangkan momentum waktu.
Rencana ini sebaiknya dalam bentuk program kerja yang baik dan sistematis agar
terkendali. Ada kalanya dalam suatu waktu tertentu terjadi beberapa masalah
berbeda. Rencana implementasi juga harus dapat melihat efektifitas tindakan
dengan menemukan suatu langkah yang dapat menyelesaikan beberapa masalah
sekaligus (strategi jitu).
D. Hipotesis
Beberapa ahli telah mengemukan pengertian hipotesis
sebagai berikut :
1. Menurut Dani
Vardiansyah (2008 : 10), hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara
terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya.
2. Menurut
Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah
pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah
penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga
harus diuji secara empiris.
3. Menurut
Mundilarso (tanpa tahun dan halaman) mengatakan bahwa hipotesis adalah
pernyataan yang masih lemah tingkat kebenarannya sehingga masih harus diuji
menggunakan teknik tertentu. Hipotesis dirumuskan berdasarakan teori, dugaan,
pengalaman pribadi/orang lain, kesan umum, kesimpulan yang masih sangat
sementara. Hipotesis adalah pernyataan keadaan populasi yang akan diuji
kebenarannya menggunakan data/informasi yang dikumpulkan melalui sampel.
4. Menurut
Trealese (1960) hipotesis adalah suatu keterangan sementara dari suatu fakta
yang dapat diamati.
5. Menurut Good
dan Scates (1954) mengatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau
referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan
fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan
sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya.
6. Menurut
Kerlinger (1973) mengatakan hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan
dari hubungan antara dua atau lebih variabel.
7. Pendapat
lain mengatakan hipotesis adalah suatu pernyataan mengenai satu atau lebih
populasi yang belum tentu benar atau salah dan perlu diuji kebenarannya.
Berdasarkan
pengertian hipotesis menurut pendapat para ahli tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa hipotesis merupakan suatu dugaan sementara yang masih
memerlukan pembuktian secara empiris.
E. Langkah-langkah Membuat Hipotesis
Dasar penalaran ilmiah
ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya
timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak
dapat diterangkan berdasarkan hukum
atau teori
atau dalil-dalil
ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan
sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut,
penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis
preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan atau anggapan sementara yang
menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam
penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan
tidak akan terarah. Fakta
yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi,
karena tidak relevan dengan masalah
yang dihadapi.Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian,
hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba
sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
Dalam penalaran ilmiah, di antara
jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan
ketepatan memilih fakta.
4.
Formulasi hipotesa.
Pembentukan hipotesa dapat melalui
ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini.
Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta.
Sebagai contoh sebuah anekdot
yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah
apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya
bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang
dikenal dengan hukum gravitasi.
5.
Pengujian hipotesa
Artinya, mencocokkan hipotesa
dengan keadaan yang dapat diamati
dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).
Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi.
Falsifikasi(penyalahan)
terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh
fakta yang dinamakan koroborasi
(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat
disebut teori.
Apabila hipotesa itu benar dan
dapat diadakan menjadi ramalan
(dalam istilah ilmiah disebut prediksi),
dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwapembelajaran pemecahan
masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka memberi
tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan matematika. Dan ada
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pemecahan masalah dan menentukan
hipotesis.
B. Saran
Dalam
makalah ini, masih banyak kekurangan. Kami sebagai penulis, menerima kritik dan
saran yang membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
Amaliah,
Nur. 2012. Pendekatan Pemecahan Masalah
Masalah Problem. Dapat diakses pada URL: http://forumgurunusantara.blogspot.com/2012/10/pendekatan-pemecahan-masalah-problem.html.
Diakses pada tanggal: Rabu, 27 Maret 2013.
Anonim.
2010. Model Pembelajaran Problem Solving.
Dapat diakses pada URL: http://matematikacerdas.wordpress.com/2010/01/28/model-pembelajaran-problem-solving/.
Diakses pada tanggal: Rabu,27 Maret 2013.
Iskandar.
2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Satria.
2012. Pengertian Hipotesis Menurut Para Ahli.
Dapat diakses pada URL: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2286061-pengertian-hipotesis-menurut-para-ahli/. Diakses pada
tanggal: Kamis, 28 Maret 2013.
Suharsimi
Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusrizalfirzal.
2010. Kajian Teori Kerangka Konseptual
dan Hipotesis. Dapat diakses padja URL: http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2010/11/22/kajian-teori-kerangka-konseptual-dan-hipotesis/. Diakses pada
tangga: Jumat, 29 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pengunjung yang baik mohon tinggalkan komentar nya yaa..