BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum negara dan
konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide demokrasi dapat
dikatakan; tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasar suatu negara. Dasar-dasar penyelenggaraan bernegara
didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Penyelenggaraan bernegara
Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dapat dicermati dari
kalimat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai berikut : ”.....
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negar
Indonesia.
Negara yang berlandaskan pada
suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional (constitutional state). Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara
ideal sebagi negara konstitusional maka konstitusi negar tersebut harus
memenuhi sifat atau ciri-ciri dari konstitusionalsme (constitutionalism). Jadi,
negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme sendiri merupakan ide, gagasan, atau paham.
Oleh sebab itu, bahasan
mengenai negara dan konstitusi pada bab ini aksn dimulai dengan gagasan tentang
konstitusionalisme. Secara terperinci pembahasan bagian ini terdiri atas sub
bahasan :
1.
Konstitusionalisme
2.
Konstitusi
Negara
3.
UUD
1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia
4.
Sistem
Ketatanegaraan Indonesia
A.
KONTITUSIONALISME
1.
Gagasan tentang konstitusionalisme
Pada bab
sebelumnya telah dipelajari kensop mengenai negara. Negara adalah suatu
organisasi kekuasaan yang terdiri atas unsur rakyat (peduduk) wilayah, dan
pemerintah. Pemerintah adalah suatu unsur negara. Pemerintahlah yang
menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas demi terwujudnya tujuan
bernegara.
Di negara
demokrasi, pemeritah yang baik adalah pemerintah yang menjamin sepenuhnya
kepentingan rakyat serta hak-hak dasar rakyat. Di samping itu, pemerintah dalam
menjalankankekuasaannya perlu dibatasiagar kekuasaan itu tidak disalahgunakan,
tidak sewenang-wenang serta benar-benar untuk kepentingan rakyat. Mengapa
kekuasaan perlu dibatasi ? Kekuasaan perlu dibatasi karena kekuasaan itu
cenderung untuk disalahgunakan. Ingat hukum besi
kekuasaan dari Lord Acton yang mengatakan ”power
tends to corrupt, absoulute power corrupts absolutely”.
Upaya mewujudkan pemerintahan yang
menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan yang terbatas itu dituangkan dalam
suatu bernegara yang umumnya disebut konstitusi (hukum dasra atau undang-undang
dasar negara). Konstitusi atau undang-undang dasar negara mengatur dan
menetapkan kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan pemerintahan
negara efektif untuk kepentingan rakyat serta tercegah dari penyalahgunaan
kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa
kekuasaan pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak
dilanggar.
Gagasan
bahwa kekuasaan negara harus dibatasi serta hak-hak dasar rakyat dijamin dalam
suatu konstitusi negara dinamakan konstitusionalisme. Carl J. Friedrich
berpendapat ”Konstitusionalisme adalah
gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktifitas yang
diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk pada beberapa pembatasan
yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk
pemerintahan tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah.pembatasan yang dimaksud termaktub dalam konstitusi”. (Taufiqurohman
Syahuri, 2004)
Oleh karena
itu, suatu negara demokrasi harus memiliki dan berdasar pada suatu konstitusi,
apakah ia bersifat naskah (written constitution), atau tidak bersifat naskah
(unwritten constitution). Akan tetapi, tidak semua negara yang berdasar pada
konstitusi memiliki sifat konstitusionalisme. Didalam gagasan
konstitusionalisme, undang-undang dasar sebagai lembaga negara memiliki fungsi
khusus yaitu menentukan dan membatasi kekuasaa satu pihak dan dipihak
lainmenjamin hak-hak asasi warga negara (Mirriam Budiardjo, 1977). Jadi dapat
disimpulkan, di dalam gagasan konstitusionalisme, isi daripada konstitusi
negara bercirikan dua hal pokok, yaitu sebagai berikut :
a.
Konstitusi
itu membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya.
b.
Konstitusi
itu menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negara.
Konstitusi
atau undang-undang dasar dianggap sebagai perwujudan dan hukum tertinggi yang
harus ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan dalil ”Government
by law, not by men” (pemerintah berdasarkan hukum, bukan oleh manusia).
Pada
permulaan abad ke-19 dan awal abad ke-20, gagasan mengenai konstitusionalisme,
(kekuasaan terbatas dan jaminaan hak warga negara) mendapatkan perumusan secara
yuridis. Daniel S. Lev memendang konstitusionalisme sebagai paham ”negara
terbatas”. Para ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant dan
Frederich Julius Stahl memakai istilah Rechsstaat,
sedang ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai istilah Rule of Law. Di Indonesia, istilah Rechsstaat atau Rule of Law biasa diterjemahkan dengan istilah ”Negara Hukum”
(Mahfud MD, 1993).
B.
NEGARA KONSTITUSIONAL
Setiap
negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar. Namun tidak setiap negara
memiliki undang-undang dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas berbagai aturan
pokok yang timbul dan baerkembang dalam sejarah bangsa tersebut. Kpnstitusi
tersebar dalam berbagai dokumen seperti Magna Charta (1215). Bill of Rights
(1689) dan Parlianiment Act (1911). Konstitusi dalam kaitan ini memiliki pengertian
yang lebih luas dari undang-undang dasar.
Apakah
negara yang mendasarkan diri pada suatu konstitusi layak disebut sebagai negara
konstitusional? Negara konstitusional tidak cukup hanya memiliki konstitusi,
tetapi negara tersebut juga harus menganut gagasan tentang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme merupakan gagasan bahwa konstitusi suatu negara harus mampu
memberi batasan kekuasaan pemerintahan serta memberi perlindungan pada hak-hak
dasar warga negara. Suatu negara yang memiliki konstitusi tetapi isinya
mengabaikan dua hal pokok di atas maka ia bukan negar konstitusional.
Negara
konstitusional bukan sekedar konsp formal, tetapi juga memiliki makna normatif.
Di dalam gagasan konstitusionalisme, konstitusi tidak hanya merupakan suatu
dokumen yang menggambarkan pembagian dan tugas-tugas kekuasaa tetapi juga
menentukan dan membatasi kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Sementara itu
lain pihak konstitusi juga berisi jaminan akan hak-hak asasi dan ak dasar warga
negara. Negara yng menganut gagasan konstitusionalisme inilah yang disebut
negara konstitusional (Constitutional
State).
Adnan
Buyung Nasution (1995) menyatakan negara konstitusional adalah negara yang
mengakui dan menjamin hak-hak warga negara serta membatasi dan mengatur
kekuasaanya secara hukum. Jaminan dan pembatasan yang dimaksud harus tertuang
dalam konstitusi. Jadi, negara konstitusional bukanlah semata-mata negara yng
telah memiliki konatitusi. Perlu dipertanyakan lagi apakah konstitusi negara
berisi pembatasan atas kekuasaan dan jaminan akan hak-hak dasar warga negara.
C.
KONSTITUSI
NEGARA
1.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal
dari istilah bahasa Prancis ”constituer”
yang artinya membentuk. Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Konstitusi
bisa berarti pula peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan negara. Istilah
konstitusi bisa dipersamakan dengan hukum dasar atau undang-undang dasar. Kata
konstitusi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: (1)
segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan; (2) undang-undang suatu
negara.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita menerjemahkan kata Inggris constitution
(konstitusi) dengan undang-undang dasar. Istilah undang-undang dasar merupakan
terjemahan dari istilah bahasa Belanda ”Grondwet”.
Dalam bahasa Indonesia, wet
diterjemahkan sebagai undang-undang, dan grond
berarti tanah. Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
nasional, dipakai istilah constitution
yang artinya konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti
lebih luas dari pengertian undang-undang dasar, tetapi ada juga yang menyamakan
dengan pengertian undang-undang dasar.
Konstitusi
juga dapat diartikan sebagai hukum dasar. Para pendiri
negara kita (the founding fathers)
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan : “Undang-undang Dasar suatu negara ialah
hukum dasar yang tertulis, sedang di samping Undang-undang Dasar tersebut
berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis”. Hukum dasar tidak tertulis disebut Konvensi.
Dalam naskah rancangan undang-undang
dasar negara Indonesia yang dihasilkan
oleh BPUPKI, sebelumnya juga digunakan istilah hukum dasar. Barulah telah
disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 duubah dengan istilah undang-undang
dasar.
Terdapat
beberapa definisi konstitusi dari para ahli yaitu
a.
Herman
Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga :
i.
Konstitusi
dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik
di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
ii.
Konstitusi
merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selamanya
dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah
mengandung pengertian yuridis.
iii.
Konstitusi yang ditulis dalam
suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Menurutnya pengertian konstitusi lebih luas dari
undang-undang dasar
b.
K. C. Wheare mengartikan
konstitusi sebagai “keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa
kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintahkan dalam
pemerintahan suatu negara”.
c.
Prof. Prayudi Atmosudirdjo
merumuskan konstitusi sebagai berikut.
1)
Konstitusi suatu negara adalah hasil
atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan.
2)
Konstitusi suatu negara adalah rumusan
dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan perjuangan bangsa Indonesia.
3)
Konstitusi adalah cermin dari jiwa,
jalan pikiran, mentalitas, dan kebudayaan suatu bangsa.
Konstitusi dapat diartikan secara luas dan sempit,
sebagai berikut.
a.
Konstitusi (hukum dasar) dalam arti luas
meliputi hukum dasar tertulis dan tidak tertulis.
b.
Konstitusi (hukum dasar) dalam arti
sempit adalah hukum dasar tertulis, yaitu undang-undang dasar. Dalam pengertian
ini undang-undang dasar merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.
Di Negara-negara yang mendasarkan
dirinya atas demokrasi konstitusional, undang-undang dasar mempunyai fungsi khas, yaitu
membatasi kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat semena-mena. Hak-hak warga negara akan lebih
dilindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme. Pada prinsipnya, tujuan
konstitusi adalah untuk membatasi kewenangan tindakan pemerintah, untuk
menjamin hak-hak yang diperintahkan dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat.
2.
Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang
sangat penting dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara karena konstitusi
menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti
sejarah perjuangan para pendahulu. Selain itu, konstitusi juga merupakan
ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta memberikan
arahan kepada generesi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang
mereka pimpin.
Konstitusi secara umum berisi hal-hal
yang mendasar dari suatu negara. Hal-hal mendasar itu adalah aturan-aturan atau
norma-norma dasar yang dipakai sebagai pedoman pokok bernegara.
Meskipun konstitusi yang ada di dunia
ini berbeda-beda baik dalam hal tujuan, bentuk, dan isinya, tetapi umumnya
mereka mempunyai kedudukan formal yang sama, yaitu sebagai (a) hukum dasar, dan
(b) hukum tertinggi.
a.
Konstitusi sebagai Hukum Dasar
Konstitusi
berkedudukan sebagai Hukum Dasar karena ia berisi aturan dan ketentuan tentang
hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Secara khusus konstitusi
memuat aturan tentang badan-badan pemerintahan (lembaga-lembaga negara), dan
sekaligus memberikan kewenangan kepadanya. Misalnya saja, di dalam konstitusi
biasanya akan ditentukan adanya badan legislatif, cakupan kekuasaan badan
legislatif tersebut dan prosedur penggunaan kekuasaannya, demikian pula dengan
lembaga eksekutif dan yudikatif.
Jadi,
konstitusi menjadi (a) dasar adanya dan (b) sumber kekuasaan bagi setiap
lembaga negara. Oleh karena konstitusi juga mengatur kekuasaan badan legislatif
(pembuat undang-undang), maka UUD juga merupakan (c) dasar adanya dan sumber
bagi isi aturan hukum yang ada dibawahnya.
b.
Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
Konstitusi
lazimnya juga diberi kedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum negara
yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam
konstitusi, secara hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior)
terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karena itulah aturan-aturan lain yang
dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan
undang-undang dasar.
3.
Isi, Tujuan, dan Fungsi Konstitusi Negara
Konstitusi merupakan tonggak awal
terbentuknya suatu negara. Konstitusi menjadi dasar utama bagi penyelenggaraan
bernegara. Karena itu konstitusi menempati posisi penting, dan strategis dalam
kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Prof. Hamid S. Attamimi mengatakan bahwa
konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan pemberi pegangan dan pemberi
batas, sekaligus merupakan petunjuk bagaimana suatu negara harus dijalankan.
Hal-hal yang diatur dalam konstitusi
negara umunya berisi tentang pembagian kekuasaan negara, hubungan antarlembaga
negara, dan hubungan negara dengan warga negara. Aturan-aturan itu masih
bersifat umum dan secara garis besar. Aturan-aturan itu selanjutnya dijabarkan
lebih lanjut pada aturan perundangan di bawahnya.
Menurut Mirriam Budiarjo dalam bukunya
Dasar-Dasar Ilmu Politik, konstitusi atau undang-undang dasar memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1.
Organisasi negara, misalnya pembagian
kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam negara
federal, yaitu masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian,
prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yuridiksi lembaga negara.
2.
Hak-hak asasi manusia
3.
Prosedur pengubahan undang-undang dasar
4.
Adakalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini menghindari
terulangnya hal-hal yang telah diatasi dan tidak dikehendaki lagi. Misalnya,
Undang-Undang Dasar Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme sebab bila
menajdi unitarisme dikhawatirkan dapat mengembalikan munculnya seorang Hitler.
Apabila kita membaca pasal demi pasal
dalam UNDANG-UNDANG DASAR 1945 maka kita dapat mengetahui beberapa hal yang
menjadi isi daripada konstitusi Republik Indonesia ini. Hal-hal yang diatur
dalam UNDANG-UNDANG DASAR 1945 antara lain.
1.
Hal-hal yang sifatnya umum, misalnya
tentang kekuasaan dalam negara dan identitas-identitas negara.
2.
Hal yang menyangkut lembaga-lembaga
negara, hubungan antarlembaga negara, fungsi, tugas, hak, dan kewajibannya.
3.
Hal yang menyangkut hubungan antara negara
dengan warga negara, yaitu hak dan kewajiban negara terhadap warganya ataupun
hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, termasuk hak asasi manusia.
4.
Konsepsi atau cita negara dalam berbagai
bidang, misalnya bidang pendidikan, kesejahteraan, ekonomi, sosial, dan
pertahanan.
5.
Hal mengenai perubahan undang-undang
dasar,
6.
Ketentuan-ketentuan peralihan atau
ketentuan transisi.
Gagasan konstitusionalisme menyatakan
bahwa konstitusi di suatu negara memiliki sifat membatasi kekuasaan pemerintah
dan menjamin hak-hak dasar warga negara. Sejalan dengan sifat membatasi
kekuasaan pemerintahan maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tuujuan, yaitu:
a.
Memberikan pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik;
b.
Melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasa itu sendiri;
c.
Memberikan batasan-batasan ketetapan
bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya (ICCE UIN, 2000).
Selain itu, konstitusi negara
bertujuan menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Konstitusi negara
memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002).
a.
Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan
negara.
b.
Fungsi pemgatur hubungan kekuasaan
antarorgan negara.
c.
Fungsi pengatur hubungan kekuasaan
antara organ negara dengan warga negara.
d.
Fungsi pemberi atau sumber legitimasi
terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
e.
Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan
dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ
negara.
f.
Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana
pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan
(identity of nation) serta sebagai center pf ceremony.
g.
Fungsi sebagai sarana pengendalian
masyarakat (sosial control), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan
dalam arti luas mencakup bidang sosial ekonomi.
h.
Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan
pembaruan masyarakat (social engineering atau social reform).
D.
UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NEGARA INDONESIA
Konstitusi negara indonesia adalah
Undang-Undang Dasar 1945 yang untuk pertama kali disahkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam tata
susunan peraturan perundangan negara, UUD 1945 menempati tingkat tertinggi.
Menurut jenjang norma hukum, UUD 1945 adalah kelompok Staatsgrundgesetz atau
Aturan Dasar/Pokok Negara yang berada di bawah Pancasila sebagai Grundnorm atau
Norma Dasar.
1.
Konstitusi
yang Pernah Berlaku di Indonesia
Dalam
sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah
berlaku tiga macam undang-undang dasar dalam empat periode, yaitu sebagai
berikut.
a.
Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember
1945 berlaku UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16
bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan, dan bagian
penjelasan.
b.
Periode 27 Desember 1945 – 17 Agustus
1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 bab, 197 pasal, dan beberapa
bagian.
c.
Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
berlaku UUDS 1950 yang terdiri atas 6 bab, 146 pasal, dan beberapa bagian.
d.
Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali
berlaku UUD 1945.
Khusus untuk
periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut.
a.
UUD 1945 yang belum diamandemen;
b.
UUD 1945 yang sudah diamandemen (tahun
1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002).
Amandemen
tersebut adalah:
1)
Amandemen ke-1 pada sidang umum MPR,
disahkan 19 Oktober 1999;
2)
Amandemen ke-2 pada sidang tahunan MPR,
disahkan 18 Agustus 2000;
3)
Amandemen ke-3 pada sidang tahunan MPR,
disahkan 10 November 2001;
4)
Amandemen ke-4 pada sidang tahunan MPR,
disahkan 10 Agustus 2002.
Undang-undang dasar negara reoublik
Indonesia pertama kali ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Undang-undang dasar yang ditetapkan
oleh PPKI tersebut sebenarnya merupakan hasil karya BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) melalui sidang-sidangya dari tanggal 29
Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan tanggal 10 Juli sampai 16 Juli 1945. Hasilnya
karya BPUPKI berupa Rancangan Pembukaan hukum dasar negara daN Rancangan hukum
dasar negara. Rancangan pembukaan dan hukum dasar negara dari BPUPKI itulah
yang selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-Undang Dasar Negara Indonesia
setelah mengalami perubahan seperlunya oleh PPKI.
Sidang PPKI pertama berlangsung
tanggal 18 Agustus 1945 yang menghasilkan 3 keputusan penting, yaitu sebagai
berikut.
a.
Mengesahkan Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar Negara dan Hukum Dasar sebagai UUD Negara Kesatuan Republik indonesia.
b.
Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
c.
Membentuk sebuah Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) untuk membantu Presiden.
Sidang PPKI mengenai pengesahan
undang-undang dasar ini berlangsung sangat singkat yaitu kurang lebih dua jam.
Namun dengan semangat persatuan dan keinginan untuk segera membentuk konstitusi
negara maka penetapan Undang-Undang Dasar 1945 berjalan dengan lancar.
Perubahan yang dilakukan hanyalah hal-hal yang kecil saja, bukan masalah yang
mendasar. Hal ini karena PPKI sudah mendapatkan naskah rancangan hukum dasar
yang dihasilkan oleh BPUPKI.
Beberapa perubahan tersebut antara
lain :
1)
Istilah “hukum dasar” diganti menjadi
“undang-undang dasar”;
2)
Kata “mukadimah” diganti menjadi
“pembukaan”;
3)
“dalam suatu hukum dasar” diubah menjadi
“dalam suatu undang-undang dasar”;
4)
Diadakannya ketentuan tentang perubahan
undang-undang dasar yang sebelumnya tidak ada;
5)
Rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi
negara Indonesia oleh PPKI dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut.
a.
Pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terdiri dari 4 alinea.
b.
Pengesahan Batang Tubuh Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan
Peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan.
Jadi, apabila waktu itu yang disahkan
PPKI adalah UUD negara Indonesia yang terdiri atas dua bagian yaitu pembukaan
dan bagian batang tubuh atau pasal-pasalnya.
Adapun bagian penjelasan dilampirkan
kemudian dalam satu naskah yang dimuat dalam Berita Republik indonesia tahun II
No. 7 tanggal 15 Februari 1946. Berdasarkan hal itu maka naskah Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang dimuat secara resmi dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946, terdiri atas:
a.
Pembukaan
b.
Batang tubuh, dan
c.
Penjelasan
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 18 Agustus 1945 hanya berlaku dalam wktu singkat yaitu mulai tanggal
18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945 diberlakukan undang-undang dasar baru
yang disebut Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) tahun 1949. Hal ini
terjadi karena bentuk negara Indonesia berubah dari bentuk kesatuan ke bentuk
serikat atau federal.
Konstitusi kedua yang berlaku di
Indonesia adalah Konstitusi Republik indonesia Serikat disingkat KRIS atau
UUDRIS. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) atau UUDRIS berlaku di
Republik indonesia Serikat (RIS). Jadi, dengan berubahnya benytuk negara
Indonesia menjadi Republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS)
maka konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) menjadi undang-undang
dasarnya. Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 18 Agustus 1945 tetap berlaku
tetapi hanya di salah satu negara bagian RIS yaitu negara Republik Indonesia
(RI) yang beribukota di Yogyakarta.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(KRIS) atau UUDRIS 1949 berlaku tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus
1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950, bangsa Indonesia kembali ke bentuk negara
kesatuan. Dengan demikian UUD RIS 1949 tidak diberlakukan lagi. Periode berlakunya
UUD RIS 1949 dari tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, oleh Moh.
Yamin disebut Konstitusi II.
Konstitusi RIS atau UUDRIS 1949 antara
lain:
a.
Mukadimah yang terdiri atas 4 alinea.
b.
Bagian batang tubuh yang terdiri dari 6
bab, 197 pasal, dan lampiran.
Beberapa ketentuan pokok dalam UUDRIS 1949 antara lain:
a.
Bentuk negara adalah serikat, sedangkan
bentuk pemerintahan adalah republik.
b.
Sistem pemerintahan adalah parlementer.
Dalam sistem pemerintahan ini, kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana
menteri. Perdana Menteri RIS saat itu adalah Moh. Hatta.
Konstitusi yang berlaku sesudah UUD
RIS adalah Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950 dimaksudkan sebagai pengganti dari UUD RIS 1949 setelah
Indonesia kembali ke bentuk Negara kesatuan. Perubahan UUD RIS menjadi UUDS
1950 dituangkan dalam Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950 tentang perubahan
konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia.
Undang-undang dasar ini dinamakan
sementara karena sifatnya memang untuk sementara saja. Dalam ketentuan
undang-undang dasar ini disebutkan adanya lembaga pembuat undang-undang dasar
yang dinamakan konstituante. Konstituante inilah yang akan menyusun
undang-undang dasar yang bersifat tetap.
UUDS 1950 terdiri atas :
a.
Mukadimah yang terdiri dari 4 alinea.
b.
Batang tubuh yang terdiri atas 6 bab dan
146 pasal.
Isi pokok yang
diatur dalam UUDS 1950 antara lain:
a.
Bentuk Negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan republik.
b.
Sistem pemerintahan adalah parlementer
menurut UUDS 1950.
c.
Adanya badan konstituante yang akan
menyusun undang-undang dasar tetap sebagai pengganti dari UUDS 1950.
UUDS 1950
berlaku dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Dalam sejarahnya
lembaga konstituante yang diberi tugas menyusun undang-undang dasar baru
pengganti UUDS 1950 tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya. Situasi ini kemudian memicu munculnya Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang
isinya sebagai berikut:
1.
Menetapkan pembubaran konstituante
2.
Menetapkan berlakunya UUD 1945 dan tidak
berlakunya lgi UUDS 1950
3.
Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan ketetapan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut maka sejak 5 Juli 1959 UUDS dinyatakan
tidak berlaku lagi. Sejak saat itu berlaku kembali UUD Negara Republik
Indonesia 18 Agustus 1945 yang dalam Dekrit Presiden disebut UUD 1945.
Dengan adanya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, diberlakukan kembali UUD Negara Indonesia tanggal
18 Agustus 1945 yang selanjutnya dikenal dengan nama UUD 1945. Isi UUD 1945
berdasarkan Dekrit Presiden ini dengan demikian tidak berbeda dengan
Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945.
UUD 1945 berlaku
dari tanggal 5 Juli 1959 sampai tahun 1999. UUD 1945 ini berlaku pada dua masa
pemerintahan yaitu:
a.
Masa pemerintahan Presiden Soekarno dari
tanggal 5 Juli 1959 sampai 1966.
b.
Masa pemerintahan Presiden Soeharto dari
tahun 1966 sampai 1998.
Dalam dua masa
pemerintahan tersebut UUD 1945 tidak diadakan perubahan. Sesudah berakhirnya
masa pemerintahan Presiden Soeharto, UUD 1945 mengalami perubahan atau
amandemen.
2.
Proses Amandemen UUD 1945
Amandemen
(bahasa Inggris: amendment) artinya perubahan. Mengamandemen artinya
mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah amandemen sebenarnya merupakan hak,
yaitu hak parlemen untuk mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan
undang-undang. Perkembangan selanjutnya muncul istilah amandemen UUD yang
artinya perubahan UUD. Istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencakup dua
pengertian (Taufiqurohman Syahuri, 2004), yaitu
a.
Amandemen konstitusi (constitutional
amendment)
b.
Pembaruan konstitusi (constitutional
reform)
Dalam hal
amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan merupakan addendum atau
sisipan dari konstitusi yang asli. Jadi, konstitusi yang asli tetap berlaku.
Adapun bagian yang diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Jadi antara bagian perubahan dengan konstitusi aslinya masih
terkait. Nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum pernah berubah masih
tetap eksis. Sistem perubahan ini dianut oleh Amerika Serikat dengan istilah
populernya amandemen.
Dalam hal
pembaruan konstitusi, perubahan yang dilakukan adalah “baru” secara
keseluruhan. Jadi, yang berlaku adalah konstitusi yang baru, yang tidak lagi
ada kaintannya dengan konstitusi lama atau asli. Sistem ini dianut oleh Negara
seperti Belanda, Jerman, dan Prancis.
Amandemen atas
UUD 1945 dimaksudkan untuk mengubah dan memperbarui konstitusi Negara Indonesia
agar sesuai dengan prinsip-prinsip Negara demokrasi. Dengan adanya amandemen
terhadap UUD 1945 maka konstitusi kita diharapkan semakin baik dan lengkap
menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan dan kehidupan kenegaraan yang
demokratis.
Mengapa UUD 1945
perlu diamandemen atau diubah? Secara filosofis, konstitusi suatu Negara dalam
jangka waktu tertentu harus diubah. Hal ini disebabkan perubahan kehidupan
manusia, baik perubahan internal masyarakat yang bersangkutan, seperti
pemikiran, kebutuhan hidup, kemampuan diri maupun kehidupan eksternal (luar)
masyarakat, seperti lingkungan hidup yang berubah dan hubungan dengan
masyarakat lain. Konstitusi sebagai landasan kehidupan bernegara harus
senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Suatu
konstitusi yang tetap akan ketinggalan zaman dan tidak mampu lagi berfungsi
sebagai pedoman bernegara.
UUD 1945 sebagai
konstitusi atau hukum dasar Negara Republik Indonesia juga harus mampu
menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan. Untuk itu perlu dilakukan
perubahan terhadap UUD 1945 yang sejak merdeka sampai masa pemerintahan
Presiden Soeharto belum pernah dilakukan perubahan.
Tentang
perubahan undang-undang dasar dinyatakan pada Pasal 37 UUD 1945 sebagai
berikut:
(1)
Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(2)
Setiap usul perubahan pasal-pasal
Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas
bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3)
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang
Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4)
Putusan untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(5)
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Perubahan atau
amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan pertama kali oleh MPR pada Sidang Umum
MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal 19 Oktober 1999. Amandemen atas
UUD 1945 dilakukan oleh MPR sebanyak 4 kali. Dengan demikian UUD 1945 telah
mengalami 4 kali perubahan yaitu sebagai berikut:
a.
Amandemen Pertama
Terjadi Pada Sidang Umum MPR Tahun 1999, Disahkan 19 Oktober 1999.
MPR dalam sidang
umum tahun 1999 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang
kemudian dikenal dengan Perubahan Pertama. Perubahan pertama atas UUD 1945
tersebut diambil dalam suatu putusan majelis pada tanggal 19 oktober 1999.
Perubahan UUD 1945 tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkannya putusan yaitu
19 oktober 1999.
Pada perubahan
pertama ini MPR RI mengubah Pasal 5 ayat (1), pasal 7, Pasal 9, pasal 13 ayat
(2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan (3), pasal 20, dan pasal 21
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi pada perubahan
pertama yang diamandemen sebanyak 9 pasal.
b.
Amandemen Kedua Terjadi
Pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 18 Agustus 2000.
MPR dalam sidang
tahunan tahun 2000 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang
kemudian dikenal dengan Perubahan Kedua. Perubahan kedua atas UUD 1945 tersebut
diambil dalam suatu putusan majelis dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
2000.
Pada perubahan
kedua MPR RI mengubah dan/atau menambah pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal
19, pasal 20 ayat (5), pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B, Bab IXA, pasal 25E, Bab
X, pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), pasal 27 ayat (3), Bab XA, pasal 28A, pasal
28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal 28F, pasal 28G, pasal 28H, pasal
28I, pasal 28J, Bab XII, pasal 30, Bab XV, pasal 36A, pasal 36B, dan pasal 36C,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Jadi, pada
perubahan kedua yang diamandemen sebanyak 25 pasal.
c.
Amandemen Ketiga
Terjadi Pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 10 November 2001.
MPR dalam sidang
tahunan tahun 2001 mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan perubahan yang
kemudian dikenal dengan Perubahan Ketiga. Perubahan ketiga atas UUD 1945
tersebut diambil dalam suatu putusan majelis dan ditetapkan berlaku pada
tanggal 9 november 2001.
Pada perubahan
ketiga, MPR RI mengubah dan/atau menambah pasal 1 ayat (2), dan (3), pasal 3
ayat (1), (3), dan (4), pasal 6 ayat (1), dan (2), pasal 6A ayat (1), (2), (3),
dan (5), pasal 7A, pasal 7B, ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), pasal
7C, pasal 8 ayat (1) dan (2), pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (4), Bab
VIIA, pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan
(4), Bab VIIB, pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), pasal 23 ayat
(1), (2), dan (3), pasal 23A, pasal 23G ayat (1), dan (2), pasal 24 ayat (1),
dan (2), pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 24B ayat (1), (2),
(3), dan (4), pasal 24C, ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d.
Amandemen Keempat Terjadi Pada Sidang Tahunan
MPR, Disahkan 10 Agustus 2002
MPR dalam sidang
tahunan tahun 2002 kembali mengeluarkan putusan mengenai UUD 1945 dengan
perubahan yang kemudian dikenal dengan perubahan perubahan keempat. Perubahan
keempat atas UUD 1945 tersebut diambil dalam suatu putusan majelis pada tanggal
10 Agustus 2002.
Pada perubahan
keempat MPR RI mengubah dan/atau menambah pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (4),
pasal 8 ayat (3), pasal 11 ayat (1), pasal 16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24
ayat (3), Bab XIII, pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), pasal 32 ayat
(1) dan (2), Bab XIV, pasal 33 ayat (4) dan (5), pasal 34 ayat (1), (2), (3),
dan (4), pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Aturan Peralihan Pasal I,
II, dan III, Aturan Tambahan pasal I dan II, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi, pada
perubahan keempat ini yang diamandemen sebanyak 13 pasal serta 3 pasal Aturan
Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Amandemen
atas UUD 1945 tersebut tidak mengakibatkan konstitusi yang asli atau UUD 1945
yang asli tidak berlaku lagi. Sistem perubahan UUD 1945 adalah dengan addendum
yaitu menyisipkan bagian perubahan ke dalam naskah UUD 1945. Sistem perubahan
ini meniru model amandemen di Amerika Serikat.
Dengan
cara amandemen ini, UUD 1945 yang asli masih tetap berlaku, hanya beberapa
ketentuan yang sudah diganti dianggap tidak berlaku lagi. Yang berlaku adalah
ketentuan-ketentuan yang baru. Naskah perubahan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, naskah UUD 1945 kita terdiri atas:
1.
Naskah Asli UUD 1945
2.
Naskah Perubahan Pertama UUD 1945
3.
Naskah Perubahan Kedua UUD 1945
4.
Naskah Perubahan Ketiga UUD 1945
5.
Naskah Perubahan Keempat UUD 1945.
Naskah
UUD 1945 dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat tersebut tertuang
dalam Putusan MPR tentang UUD 1945 dan perubahannya. Putusan MPR tersebut tidak
menggunakan nomor putusan majelis. Hal ini berbeda dengan jenis putusan majelis
lainnya, yaitu ketetapan majelis dan keputusan majelis yang menggunakan nomor
putusan majelis.
Dengan
amandemen tersebut maka konstitusi Negara Indonesia UUD 1945 menjadi lebih
lengkap dan bertambah jumlah pasal-pasalnya. Jumlah keseluruhan pasal yang
diubah dari perubahan pertama sampai keempat ada 73 pasal. Namun jumlah nomor
pasal tetap yaitu 37 tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
Perubahan dilakukan dengan cara menambahkan huruf (A, B, C dan seterusnya)
setelah nomor pasal (angkanya). Misalnya pasal 28, kemudian pasal 28A, pasal
28B, dan seterusnya.
3.
Isi Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945
UUD
1945 sekarang ini hanya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pembukaan dan
bagian pasal-pasal. Hal ini didasarkan atas pasal II Aturan Tambahan Naskah UUD
1945 Perubahan Keempat yang menyatakan “Dengan ditetapkannya perubahan
Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal”.
Bagian
pembukaan pada umumnya berisi pernyataan luhur dan cita-cita dari bangsa yang
bersangkutan. Namun tidak semua konstitusi Negara memiliki bagian pembukaan
ini. Konstitusi Malaysia, Singapura, dan Australia tidak memiliki bagian
pembukaan. Contoh konstitusi Negara yang memiliki bagian pembukaan adalah
konstitusi Jepang, India, dan Amerika Serikat.
Pembukaan
UUD 1945 merupakan bagian yang penting dalam konstitusi Negara Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 berisi 4 alinea sebagai pernyataan luhur bangsa Indonesia.
Selain berisi pernyataan kemerdekaan, ia juga berisi cita-cita dan keinginan
bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu mencapai masyarakat yang merde, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur. Tiap-tiap alinea pembukaan UUD 1945 memiliki makna
dan cita-cita tersendiri sebagai satu kesatuan.
Alinea
pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea pertama
berisi pernyataan objektif adanya penjajahan terhadap indonesia. Selanjutnya
mengandung pernyataan subjektif bangsa Indonesia bahwa penjajahan harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Aline
kedua berbunyi “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”. Alinea ini berisi pernyataan bahwa
perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini telah mampu menghasilkan
kemerdekaan. Akan tetapi, kemerdekaan bukanlah tujuan akhir perjuangan.
Kemerdekaan adalah jembatan menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.
Alinea
ketiga berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Alinea ini
mengandung makna adanya motivasi spiritual bangsa Indonesia. Kemerdekaan
Indonesia diyakini bukan hanya hasil perjuangan dan keinginan luhur bangsa
tetapi juga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.
Alinea
keempat sebagai berikut; Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruuh tumpah dara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap, Persatuan
Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Alinea keempat berisikan
langkah-langkah sebagai kelanjutan dalam bernegara, bentuk negara, sistem
pemerintahan negara, konstitusi negara, dan dasar negara.
Sekedar untuk
perbandingan berikut ini bagian pembuka dari konstitusi India dan Amerika
Serikat.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran. Pokok-pokok
pikiran ini merupakan pancaran dari Pancasila. Pokok-pokok pikiran itu adalah :
a)
Negara melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan.
Dalam pokok pikiran ini diterima paham negara persatuan.
b)
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
c)
Negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan
atas asas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
d)
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.
Adapun
bagian pasal-pasal dari UUD 1945 berisi pokok-pokok dari isi konstitusi. Setelah
dilakukan amandemen sebanyak 4 kali maka jumlah pasal menjadi 73 pasal ditmbah
3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Secara
garis besar isi dari bagian pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1)
Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan
(Pasal 1).
2)
Bab II tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Pasal 2 sampai pasal 4).
3)
Bab III tentang Kekuasaan Kekuasaan
Pemerintahan Negara (Pasal 4 sampai 16 (Bab IV tentang DPA dihapus)).
4)
Bab V tentang Kementerian Negara (Pasal
17)
5)
Bab VI tentang Pemerintahan Daerah
(pasal 18-18B)
6)
Bab VII tentang dewan Perwakilan Rakyat
(Pasal 19 sampai 22 B)
7)
Bab VII A tentang dewan Perwakilan
Daerah (pasal 22C sampai 22D)
8)
Bab VIIB tentang Pemilihan Umum (Pasal
22E)
9)
Bab VIII tentang Hak Keuangan (Pasal 23
sampai 23D)
10)
Bab VIIIA tentang Badang Pemeriksaan
Keuangan (Pasal 23E sampai 23G)
11)
Bab IX tentang Kekuasan Kehakiman (Pasal
24 sampai 25)
12)
Bab IXA tentang Wilayah Negara (Pasal
25A)
13)
Bab X tentang Warga negara dan Penduduk
(Pasal 26 sampai 28)
14)
Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dan
Kewajiban dasar Manusia (Pasal 28A sampai 28J)
15)
Bab XI tentang Agama (Pasal 29)
16)
Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan
Negara (Pasal 30)
17)
Bab XIII tentang Pendidikan dan
Kebudayaan (Pasal 31 sampai 32)
18)
Bab XIV tentang Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial (Pasal 33 sampai 34)
19)
Bab XV tentang Bendera, Bahasa, Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan (Pasal 35 sampai 36C)
20)
Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang
Dasar (Pasal 37 )
D.
SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a.
Bentuk negara adalah kesatuan
b.
Bentuk pemerintahan adalah republik
c.
Sistem pemerintahan adalah presidensiil.
d.
Sistem politik adalah demokrasi atau
kedaulatan rakyat
1. Bentuk
Negara Kesatuan
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan
negara Indonesia adalah kesatuan bukan serikat atau federal. Dasar penetapan
ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Indonesian
adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
Secara teori, ada dua klasifikasi
bentuk negara yaitu bentuk negara serikat atau federan dan bentuk negara
kesatuan. Negara federal adalah negara yang bersusun jamak, artinya negara yang
didalamnya masih terdapat negara yang disebut negara bagian. Jadi , terdapat
dua susunan negara, yaitu negara serikat/federal dan negara bagian. Terdapat
dua pemerintahan, yaitu pemerintah federal dan pemerintah negara bagian.
Kekuasan dalam negara federal ada dua yaitu kekuasaan pemerintahan federal dan
kekuasaan pemerintah negara bagian. Keduannya sederajat satu sama lain.
Negara
kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal. Suatu bentuk negara yang
terdiri atas negara-negara bagian atau negara yang didalamnya tidak terdiri
atas negara-negara bagian atau negara yang didalamnya tidak terdapat daerah
yang bersifat negara. Di dalam negara kesatuan, kekuasaan mengatur seluruh
daerahnya ada ditangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat inilah yang pada
tingkat terakhir dan tingkat tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu yang
terjadi didalam negara.
Maka
didalam negara kesatuan hanya terdapat seorang kepala negara, satu Undang
Undang Dasar Negara yang berlaku untuk seluruh warga negaranya, satu kepala
pemerintahan, dan satu perlemen (badan pemerintahan rakyat). Pemerintah dalam
negara kesatuan memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh urusan pemerintahan
dalam negeri tersebut.
Dalam
praktiknya, kekuasaan untukmengatur segala urusan pemerintahan negara tersebut
dapat dijalankan melalui dua cara yaitu dengan asas sentralisasi dan asas
desentralisasi. Kata “sentralisasi” berasal dari kata Centrum yang artinya pusat atau memusat. Negara kesatuan dengan
asas sentralisasi artinya kekuasaan pemerintahan itu dipusatkan, yaitu pada
pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah yang mengatur dan mengurus segala urusan
pemerintahan di seluruh wilayah negar itu. Kata “Desentralisasi” dari kata De dan Centrum, de artinya lepas atau melepas. Decentrum artinya melepas atau menjauh dari pusat. Dengan demikian,
dalam Negara Kesatuan dengan asas desentralisasi, terdapat kekuasaan yang
melepas dan menjauh dari kekuasaan yang ada di pusat. Kekuasaan itu nantinya di
daerah.
Negara
kesatuan denga asas desentralisasi menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
daerah-daerah yang ada di wilayah negara tersebut. Daerah tersebut menjadi
otonom, dalam arti memiliki kekuasaan dan wewenang sendiri untuk mengelola
penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu.
Negara
Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan kekuasaannya. Hal ini didasarkan pada pasal 18 UUD 1945.
Ketentuan dalam Pasal 18 UUD 1945 Perubahan Kedua berbunyi sebagai berikut :
1) Negara
Kesatuan repiblik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah yang diatur dengan
undang-undang.
2) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur,
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepa pemerintah daerak provinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentuka sebagai urisan Pemerintah Pusat.
6) Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
menjalankan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
2. Bentuk
Pemerintahan Republik
UUD 1945
menetapkan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik bukan monarki
atau kerajaan, dasar penetapan ini dituangkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik
”. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa “kesatuan” adalah bentuk
negara, sedang “republik” adalah bentuk pemerintahan.
Secara teoritis
ada dua klasifikasi bentuk pemerintahan di era modern. Yaitu republik dan
monarki atau kerajaan. Klasifikasi ini mengikuti ajaran Nicollo Machiavelli
(1469-1527). Pembedaan ini didasarkan pada segi cara penunjukan atau
pengangkatan kepala negara melalui pewarisan secara turun temurun.
Bentuk negara
Indonesuia pernah mengalami perubahan, yaitu dari negara kesatuan menjadi
negara serikat. Hal ini terjadi antara Desember 1949 sampai dengan Agustus
1950. Adapun untuk bentuk pemerintahan, indonesia belum pernah berubah menjadi
negara kerajaan atau monarki. Sekarang ini bangsa indonesia telah sepakat bahwa
perihal bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik tidak akan ada
perubahan. Hal ini ditunjukkan pada pasal 37 ayat (5) naskah UUD 1945 Perubahan
Keempat yang menyatakan “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.”
3.
Sistem
Pemerintahan Presidensil
Berdasarkan ketentuan-ketentuan
dalam UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan prsidensiil. Secara
teoretis, sistem pemerintahan dibagi dalam dua klasifikasi besar, yaitu sistem
pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensiil.
Klasifikasi sistem pemerintahan
parlementer dan presidensiil didasarkan pada hubungan antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan
eksekutif sebagai pelaksana kekuasan
eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem
pemerintahan disebut presidensiil apabila badan eksekutif berada di luar
pengawasan langsung badan legislatif.
Adapun ciri-ciri sistem
pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:
1) Badan
legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar
sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2) Anggota
parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan
pemilihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki
peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3) Pemerintah
atau kabinet terdiri atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin
kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksanakan kekuasaan
eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
4) Kabinet
bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat
dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu
parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan
mosi tidak percaya kepada kabinet.
5) Kepala
negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala negara adalah
presiden dalam bentuk pemerintahan republik atau raja/sultan dalam bentuk
pemerintahan monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia
hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
6) Sebagai
imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet, kepala negara dapat membubarkan
parlemen. Dengan demikian, presiden atau raja atas saran perdana menteri dapat
membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentuk
parlemen baru.
Dalam sistem pemerintahan
presidensiil, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang
independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti
dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara
terpisah.
Adapun ciri-ciri sistem
pemerintahan presidensiil adalah sebagai berikut
1) Penyelenggara
negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung
oleh rakyat atau oleh suatu dewan atau majelis.
2) Kabinet
(dewan, menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif.
3) Presiden
tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Hal ini karena presiden tidak dipilih
oleh parlemen.
4) Presiden
tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5) Parlemen
memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen
dipilih oleh rakyat.
6) Presiden
tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Berdasarkan uraian di atas, maka
sistem pemerintahan berkaitan dengan keberadaan lebaga eksekutif dan legislatif
serta hubungan antara keduanya. Gambaran akan sistem pemerintahan di Indonesia
dinyatakan dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1. Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang dasar.
(Pasal 4 ayat 1)
2. Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal
5 ayat 1)
3. Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya (Pasal 5 ayat 2)
4. Presiden
dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
(Pasal 6A ayat 1)
5. Presiden
tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 7C)
6. Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara (Pasal 10)
7. Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 ayat 1)
8. Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan undang-undang. (pasal 12)
9. Presiden
mengangkat duta dan konsul. (pasal 13)
10. Presiden
memberi grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi. (Pasal 14)
11. Presiden
memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. (Pasal 15)
12. Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. (Pasal 17 ayat (1) dan (2))
13. Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. (Pasal 19 ayat (1))
14. Dewan
perwakilan rakyat memgang kekuasaan membentuk Undang-undang. (Pasal 20A ayat
(1))
15. Dewan
Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. (Pasal 20A ayat (1))
Dan
ketentuan pasal-pasal UUD 1945 serta dihubungkan dengan ciri-ciri sistem
pemerintahan yang ada maka sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensiil. Hal ini karena ciri-ciri dari sistem presidensiil
tampak dalam ketentuan pasal-pasal UUD 1945.
Secara
teoritis, sistem pemerintahan presidensiil memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari
sistem pemerintahan presidensiil adalah sebagai berikut :
1. Badan
eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
2. Masa
jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,
masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia
lima tahun.
3. Penyusunan
program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatan.
4. Legislatif
bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri
Kelemahan sistem pemerintahan presidensil
adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan
eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan
kekuasaan mutlak.
2. Sistem
pertanggung jawabannya kurang jelas.
3. Pembuatan
keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang
lama.
Kelemahan
utama dari sistem pemerintahan presidensil adalah kecenderungan kekuasaan
eksekutif atau presiden yang mutlak. Untuk meminimalkan kelemahan itu atau
mencegah kekuasaan presiden agar tidak cenderung mutlak maka diadakan pengawasan atas kekuasaan
presiden serta penguatan lembaga DPR sehingga bisa mengimbangi kekuasaan
presiden. Demikian pula lembaga-lembaga negara lainnya seperti Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi diperkuat keduanya.
Mengenai
hal diatas , berikut beberapa contoh dalam ketentuan UUD 1945.
1. Presiden
sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atau usul DPR. Jadi, DPR tetap
memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden
dalam mengangkat pejabat negara peerlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
Contohnya, dalam pengangkatan duta negara asing, Gubernur Bank Indonesia,
Panglima TNI, dan kepala kepolisian.
3. Presiden
dalam mengeluarkan kebijakan tertentu, perlu pertimbangan dan/atau persetujuan
lembaga lain seperti DPR, MA, atau MK. Contohnya, pembuatan perjanjian
internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian
amnesti, dan abolisi.
4. Parlemen
diberi kekuasaan lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget
(anggaran)
5. Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki hak judicial review.
Dengan
adanya mekanisme tersebut maka antar lembaga negara akan terjadi saling
mengendalikan ndan mengimbangi sehingga kekuasaan suatu lembaga negara tidak berada diatas kekuasaan lembaga lain.
Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah checks
and balances (perimbangan dan pengendalian).
4.
Sistem
Politik Demokrasi
Sistem
politik yang dianut Negara Indonesia adalah sistem politi demokrasi. Hal ini secara
jelas dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa “kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hakikat demokrasi
itu sendiri adalah kekuasaan dalam negara berada di tangan rakyat.
Secara
teoritis, klasifikasi sistem politik di era modern ini terbagi dua yaitu sistem
politik demokrasi dan sistem politik otoritarian. Samuel Huntington dalam buku Gelombang
Demokrasi Ketiga (2001) membuat pembedaan antara sistem politik demokrasi dan sistem
politik nondemokrasi. Sistem politik nondemokrasi atau otoriter ini
mencakup: monarki absolut, rezim militer, kediktatoran, rezim komunis, rezim
otoritarian, dan fasis.
Pembagian
atas sistem politik demokrasi dan sistem politik otoriter ini didasarkan atas:
1. Kewenangan
pemerintah terhadap aspek-aspek kehidupan warganya;
2. Tanggung
jawab pemerintah terhadap warga negara.
Sistem
politik disebut otoriter apabila kewenangan pemerintah terhadap kehidupan
warganya amat luas, mencukup hampir semua aspek kehidupan warga. Pemerintah
turut campur dalam mengendalikan segenap kahidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu tidak terdapatnya pertanggung jawaban pemerintah terhadap rakyatnya
atas segala hal yang telah dijalankan. Dalam sistem politik otoriter atau
totaliter, pemerintah atau penguasa merasa tidak perlu memberikan petanggung
jawaban kepada rakyat dari negara itu.
Adapun
sistem politik disebut demokrasi apabila kewenangan pemerintah terhadap
kehidupan warga negara amat terbatas. Pemerintah negara tidak turut campur atas
semua aspek kehidupan warganya . warga negara dapat mengatur sendiri
kehidupannya. Disamping itu, adanya pertanggung jawaban pemerintah kepada
rakyatnya atas apa yang dijalankan.
Lebih
jauh dari itu, sistem politik demokrasi bilamana negara menganut
prinsip-prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan bernegara. Sistem politik
dikatakan otoriter atau totaliter bilamana negara menganut prinsip-prinsip
otoritarian dalam penyelenggaraan bernegara.
Secara
normatif sistem politik demokrasi yang dianut di Indonesia didasarkan atas nilai-nilai
bangsa yaitu pancasila. Oleh karena itu sistem politik demokrasi di Indonesia
adalah sistem politik demokrasi, yaitu sistem politik demokrasi yang didasarkan
atas nilai-nilai pancasila secara rinci mengenai sistem politik demokrasi
tersaji dalam bab tentang demokrasi dan pendidikan demokrasi.